Friday, 26 April 2024
HomeKabupaten BogorEmpat Pejabat di Bogor Disuruh Mundur, Ini Gara-garanya

Empat Pejabat di Bogor Disuruh Mundur, Ini Gara-garanya

BOGOR DAILY-  Jelang tahun politik 2018, sejumlah calon kepala daerah sudah terang-terangan maju di bursa pemilihan kepala daerah (pilkada). Tak terkecuali sejumlah pejabat yang saat ini masih mengenakan seragam Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari setingkat camat hingga kepala dinas (kadis) mulai terang-terangan menunjukkan hasrat politiknya.

KURSI bupati dan wakil bupati tak cuma jadi incaran para politisi tapi juga PNS di Kabupaten Bogor. Informasi yang dihimpun, sudah ada empat PNS yang digadang-gadang bakal ikut meramai­kan bursa pemilihan bupati () 2018.

Sebut saja Asep Ruhiyat (Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup), TB Luthfie Syam (Ke­pala Dinas Pendidikan), Dace Supriadi (Kadis Perda­gangan dan Industri) dan Beben Suhendar (Camat Jonggol).

Lobi-lobi politik serta du­kungan akar rumput telah dilakukan di wilayahnya masing-masing. Seperti di wilayah Timur, para pemuda Desa Gandoang, Kecamatan Cileungsi, yang tergabung dalam Gandoang Pemuda Bersatu (GPS) terang-terang­an memberi dukungannya agar Camat Jonggol Beben Suhendar maju dalam pesta demokrasi lima tahunan di Kabupaten Bogor.

Sementara itu, Asep Ruhiyat sudah memilih maju dari jalur perseorangan bersama Ade Wardana. Ini ditandai dengan pendaftaran dan penyerahan KTP ke KPU Ka­bupaten Bogor, beberapa waktu lalu. Begitu juga dengan dua pejabat lainnya sekelas kadis yang dikabarkan sudah mulai dilirik partai untuk maju di pilkada 2018.

Seperti TB Luthfie Syam yang kabarnya siap digandeng PDIP dan Nasdem dan Dace Su­priadi yang santer beredar siap dipinang Demokrat. Empat pejabat teras di Kabu­paten Bogor yang mulai kasak-kusuk mencari dukungan membuat Bupati Bogor Nur­hayanti pasang mata dan telinga.

Orang nomor satu di Bumi Tegar Beriman itu mengulti­matum agar anak buahnya yang hendak mencalonkan diri di pilkada agar segera mundur dari jabatannya. “Intinya semuanya berhak mencalonkan. Namun untuk PNS ketika mendaftar men­jadi calon bupati atau wakil ke KPU harus berhenti jadi PNS,” ujarnya.

Jika tidak, ia pun tak segan memberikan sanksi. “Tung­gu sanksi dari saya apabila mereka tak ikut aturan yang ada,” tegas Nurhayanti. Men­jawab ultimatum Bupati Bo­gor, sejumlah yang disuruh mundur karena niat mencalonkan diri angkat bicara.

Camat Jonggol Beben Su­hendar mengaku belum me­nyatakan sikap maju di Bogor 2018. Kemungkinan keputusan itu akan diambil­nya di akhir tahun nanti. “Insya Allah, ya kalau ada yang melamar. Pokoknya Desem­ber saja saya putuskan maju atau tidaknya,” kata lelaki yang akrab disapa Beben.

Menurutnya, soal pema­sangan baliho dirinya maju di Bogor, sebaiknya itu ditanyakan langsung ke­pada yang memasang. Sebab, hingga kini dirinya pun belum pernah menyatakan sikap maju di pilkada Kabupaten Bogor 2018. “Itu tanya saja sama yang masang, mungkin mereka hanya ingin ada ke­terwakilan dari tim saja. Yang pasang simpatisan saja dan saya sih senang-senang saja,” ucapnya.

Disinggung kaitan harus mengundurkan diri dari PNS, Beben menjelaskan bahwa persoalan itu jatuhnya ketika penetapan nanti. Sedangkan jika sebulan harus mengaju­kan pensiun sebelum mendaf­tarkan, tampaknya tidak seperti itu. “Tidak juga, nan­ti kalau sudah penetapan kan. Intinya nanti saja tunggu Desember,” ujarnya.

Hal senada diungkapkan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor TB Luthfie Syam. Menurutnya, hingga kini dirinya belum menyata­kan sikap maju di Bogor. Hanya jika memang ini jalan dari Allah, tentu ia akan menjalaninya. “Lihat saja nanti. Seperti kata Mick Jagger The Rolling Stones, satu menit sebelum pernika­han itu milik bersama,” kata Luthfie.

Terkait instruksi bupati soal pengunduran diri, Luth­fie mengaku tak gentar jika itu jadi jalan hidup yang ha­rus dijalani. “Kenapa harus takut walaupun saya pensiun enam sampai tujuh tahun lagi. Intinya kalau tidak men­jadi bupati mau ngapain, F1 harga mati, kalau F2 mau ngapain?” tutupnya.

Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Bogor Dadang Irfan meng­ingatkan kepada PNS yang berniat maju dalam pilkada nanti untuk terbuka terhadap BKPP.

Sebab jika sudah ditetapkan sebagai calon oleh KPU tapi tidak memberitahukan ke­pada pihaknya, itu melanggar undang-undang yang ada. “Kalau tidak membuat surat pengunduran dan tidak mel­apor ketika dia ditetapkan sebagai calon oleh KPU itu kena pelanggaran. Makanya harus terbuka,” tegasnya.

Dadang menegaskan, siapa pun PNS yang terlibat dalam kegiatan politik jelang pil­kada 2018 nanti akan diberi­kan sanksi berat hingga ke pemecatan.

Selama ini, lanjutnya, Pe­merintah Kabupaten (Pemkab) Bogor masih menyesuaikan diri dengan aturan yang ber­laku yang mengatur soal la­rangan PNS berpolitik. Men­urut Dadang, keterlibatan PNS dalam politik bisa disank­si sesuai aturan yang ada.

“Yang harus diketahui ada­lah boleh PNS masuk ke ranah pilkada misalnya membantu KPU dalam hal administra­sinya. Kan Sekretaris KPUD-nya juga PNS. Yang tidak boleh itu memihak kepada salah satu calon, mengguna­kan atribut partai,” ungkap Dadang.

Ia menambahkan, untuk di Kabupaten Bogor sendiri ada sekitar 19 ribu PNS, sebelas ribu di antaranya adalah seorang guru. Dengan jumlah PNS sebanyak itu, pemerin­tah daerah pun telah mela­kukan antisipasi jelang pil­kada nanti. Keterlibatan PNS dalam politik itu merupakan pelanggaran yang cukup be­sar. Apalagi ada undang-undang yang mengaturnya.

“Kami sudah menginforma­sikan kepada para PNS di Ka­bupaten Bogor melalui surat Bupati Bogor. Ini harus dikawal bersama, tidak hanya oleh Panwaslu tapi juga masyarakat. Jika kedapatan PNS terlibat politik, bisa langsung dilapor­kan ke Bupati Bogor,” tandas­nya.