Bogor Daily – Tiga hari jelang kampanye calon legislatif (caleg), Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polsek Bogor Timur menggagalkan peredaran uang palsu (upal). Sedikitnya lebih dari Rp1,8 miliar duit palsu berhasil disita polisi dari tangan para pengedar.
MUCHTAR (48) warga Cianjur, Heri Suryana (48) warga Ciomas Kabupaten Bogor dan Rahmat (49) warga Sukabumi, harus berurusan dengan aparat kepolisian atas tuduhan kepemilikan upal tersebut saat dibekuk di kawasan Jalan Puncak, Sirnagalih, Pacet, Kabupaten Cianjur, Rabu (19/9) malam.
Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya mengatakan, pengungkapan kasus upal ini merupakan hasil penyelidikan jajarannya setelah mendapatkan informasi dari warga di wilayah Bogor Timur, soal adanya warga yang menawarkan penukaran uang Peruri yang diperjualbelikan dengan nilai lebih tinggi. “Ketiganya ditangkap, sedangkan satu orang berhasil melarikan diri dan DPO,” katanya di Mako Polsek Bogor Timur, kemarin.
Selain mengamankan para pelaku, aparat kepolisian juga berhasil menyita barang bukti berupa upal dengan nilai Rp1,8 miliar, dengan rincian 1.800 lembar pecahan Rp100 ribu, dua lembar koran uang pecahan Rp100 ribu yang belum digunting dan selembar koran uang pecahan 1 dolar Amerika yang belum digunting senilai 50 dolar.
“Kasus ini sedang dilakukan pengembangan lebih lanjut oleh anggota Satreskrim Polsek Bogor Timur. Orang-orang ini pekerjaannya apa, uang palsu ini didapat dari mana, produksinya, distribusinya dan akan dikemanakan? Masih kita dalami. Jelang pilpres dan kampanye pileg jadi salah satu kerawanan aliran uang,” beber Ulung.
Kapolsek Bogor Timur Kompol Marsudi Widodo mengatakan, pengungkapan kasus duit palsu Rp1,8 miliar itu dilakukan selama dua pekan. Mulanya polisi mencurigai adanya transaksi jual beli upal di Bogor Timur. Pihaknya pun berhasil mendapatkan nomor telepon salah seorang pelaku yang diketahui berperan sebagai perantara, lalu polisi berpura-pura menjadi calon pembeli.
Pelaku kemudian memberi sampel untuk meyakinkan upal tersebut berkualitas, bahkan lolos deteksi bank. Pelaku pun memberi contoh uang lewat sistem transfer. Saat itu, pelaku menawarkan upal dengan dua banding satu, yakni upal pecahan Rp200 ribu ditukar dengan Rp100 ribu uang asli. ”Sempat kami tawar satu banding sepuluh, tapi sepakat, lalu kami minta lihat dulu,” paparnya.
Kedua pihak sepakat bertemu di perbatasan Cianjur-Bogor, tepatnya di daerah Pacet, Kamis (19/9) pukul 22:30 WIB. ”Ketemu saja alot. Beberapa kali pindah tempat,” tandasnya.
Setelah yakin, polisi langsung menyergap para pelaku yang mengendarai Honda Mobilio saat sedang menunggu di parkiran Puncak Resort Drive Pacet. Dari empat pelaku, satu di antaranya berhasil melarikan diri. Sang sopir juga sempat melarikan diri namun berhasil ditangkap setelah petugas menabrakkan mobilnya ke kendaraan pelaku.
Dari hasil penyergapan tersebut, dalam mobil tersangka, polisi menemukan juga sebanyak 1.800 lembar atau 18 gepok upal pecahan Rp100 ribu dan dua lembar mata uang dolar AS yang dipotong-potong. ”Total barang bukti uang yang ditemukan dalam mobil lebih Rp1,8 miliar,” ujar Marsudi.
Ia menjelaskan, sementara ini belum tergambarkan upal sebanyak itu akan digunakan untuk apa, masih dalam penyelidikan pihaknya. “Sekarang juga anggota masih mengejar satu pelaku yang ditetapkan DPO dari pengakuan sebagai bosnya,” pungkasnya.
Para pelaku kini akan dijerat Pasal 378 KUHP Subsider Pasal 36 UU 7/2011 tentang Mata Uang dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun atau denda Rp100 miliar.
Adanya penyergapan sindikat upal ini juga mengingatkan lagi pada kasus Maret 2018 lalu. Tak tanggung, sebanyak Rp6 miliar upal berhasil disita polisi dari tangan para pengedar yang mengontrak di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Selasa (27/3/18). Saat itu, penyergapan dilakukan pada masa kampanye calon kepala daerah (cakada) jelang pilkada 2018.
Ada tiga tersangka yang ditangkap. Ketika itu Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Ulung Sampurna Jaya mengatakan, uang itu rencananya dijual dengan sistem 3:1. “Jadi selembar Rp100 ribu asli ditukar dengan tiga lembar uang palsu,” kata Ulung.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), jumlah duit palsu yang beredar sejak Januari-Juli 2018 di wilayah Jawa Barat tercatat sebanyak 7.694 lembar. Jumlah itu meningkat di dua bulan terakhir, yakni pada Juni (590 lembar) dan Juli (820 lembar).
Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan R Muhammad Mihradi angkat bicara. Menurutnya, jelang pesta demokrasi seperti saat ini bisa saja jadi salah satu motif penyebab maraknya kasus upal. Pada hakikatnya, lanjut Mihradi, tindak kejahatan kerap terjadi bukan karena faktor ekonomi semataa, tren yang sedang marakpun bisa jadi salah satu motif penyebab kejahatan itu sendiri.
“Tidak menutup kemungkinan momen demokrasi menjadi salah satu penyebab maraknya kasus peredaran upal. Terlebih beberapa waktu lalu jelang pilkada pihak kepolisian berhasil menyita miliaran upal,” papar Mihradi.
Mihradi menambahkan, pihak berwenang mesti mengungkap fakta dan motif kejahatan dari pelaku secara mendalam. Jangan sampai momen pileg ini menjadi ajang kejahatan juga karena banyak beredarnya upal. “Intinya pihak berwenang mesti mengungkap fakta dan motif peredaran upal tersebut agar tidak menimbulkan praduga di masyarakat di momen situasi politik seperti ini,” tutupnya.