Monday, 6 May 2024
HomeBeritaRS Curhat Butuh Seminggu Dapat Hasil Tes Corona, Bagaimanakah Mekanismenya?

RS Curhat Butuh Seminggu Dapat Hasil Tes Corona, Bagaimanakah Mekanismenya?

BOGORDAILY – Meningkatnya kasus COVID-19 di DIY belum dibarengi dengan cepatnya pengujian sampel pasien. Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta menyebut satu kali proses pengujian paling cepat memerlukan waktu 8 jam, terlebih jumlah PDP terus meningkat.

Juru Bicara Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemda DIY) untuk penanganan COVID-19, Berty Murtiningsih menjelaskan alur pengujian sampel bagi PDP. Menurutnya, pasien berstatus PDP dapat memeriksakan diri di Rumah Sakit (RS) mana saja.

“Pasien PDP diperiksa di RS mana saja, konsulkan ke RS rujukan, dengan dokter konsultan, bila perlu rawat bisa di RS Rujukan, bisa tidak tergantung kondisi. Bahkan bisa pula PDP isolasi mandiri,” katanya melalui pesan singkat kepada detikcom, Selasa (31/3/2020).

Setelah ditetapkan sebagai PDP, nantinya petugas medis akan mengambil swab pasien untuk selanjutnya diuji di BBTKLPP Yogyakarta. Proses tersebut membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

“Swab diambil di RS, lalu dikirim ke BBTKLPP Yogyakarta. Jadi kalau pasien diambil swab, maka spesimennya disimpan dalam VTM (Virus Transport Media), baru dikirim ke laboratorium (BBTKLPP Yogyakarta),” katanya.

“Prosesnya 3 sampai dengan 5 hari tergantung ketersediaan reagen dan VTM di lab (BBTKLPP),” ucapnya.

Karena itu, Berty menyebut proses pengujian sampel PDP dari nol hingga keluar hasilnya memerlukan cukup waktu. Apalagi, BBTKLPP Yogyakarta tidak hanya melayani pengujian sampel dari DIY.

“Di samping DIY, laboratorium BBTKLPP kan juga menangani sampel seluruh Jateng,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala BBTKLPP Yogyakarta, Dr dr Irene menjelaskan secara rinci bagaimana proses pengujian sampel PDP hingga muncul hasil pasien positif atau negatif. Irene menyebut, setiap PDP menjalani pengambilan 4 macam sampel.

“Pertama sampelnya dulu ya, jadi pasien kalau PDP itu misalnya di RS itu kita ambil sampelnya 4 macam, yang pertama nasofaring swab, orofaring swab, sesudah itu futum sama darah,” katanya saat dihubungi detikcom melalui sambungan telepon, Selasa (31/3/2020).

Apalagi, khusus untuk pengambilan sampel nasofaring dan orofaring memerlukan waktu 2 haru berturut-turut. Hal itu sebagai prosedur untuk menentukan hasil pemeriksaan.

“Kemudian untuk nasofaring dan orofaring kalau untuk PDP harus diambil 2 hari berturut-turut. Kenapa? Karena pemeriksaan itu bisa disimpulkan kalau spesimennya itu ada 2, terutama kalau yang negatif ya,” ucapnya.

Nantinya, keempat sampel itu disimpan di tempat khusus. Seperti untuk narofaring dan orofaring itu disimpan di VTM. Perlu diketahui, VTM berisi makanan dan antibiotik untuk virus, tujuannya agar virus bertahan saat dibawa sampai ke BBTKLPP.

“Sampai di lab ada beberapa proses, yang pertama sampelnya dibongkar dulu, kemudian dicatat sampelnya dari mana, diberi nomor dan diberi coding, nah itu butuh waktu. Kemudian aliquot yakni, diambil sebagian sampelnya untuk diperiksa dan sisanya kita simpan lagi, kita packing lagi untuk kemudian dikirim ke Litbangkes,” katanya.

“Nah yang diperiksa di BBTKLPP itu adalah nasofaring dan orofaringnya. Untuk proses coding, penomoran dan aliquot itu kalau sampelnya banyak untuk satu kali running itu minimal butuh waktu 1 sampai 2 jam,” lanjut Irene.

Selanjutnya, tahap kedua adalah ekstraksi, pada tahapan ini pihaknya memisahkan RNA virus dari virus. Irene menyebut, satu kali kerja pihaknya mampu melakukan puluhan ekstraksi. Dimana ekstraksi itu menggunakan primer.

“Sembari mengekstraksi, kita juga melakukan pencampuran reagan. Ekstraksi itu memerlukan waktu 3-4 jam, kemudian kita lakukan pencampuran reagan sembari mengekstraksi (sampel PDP),” ucapnya.

Tak berhenti di situ, selanjutnya akan ada tahapan memasukkan hasil ekstraksi ke dalam mesin real-time Polymerase Chain Reaction (PCR).

“Nanti setelah ekstraksi selesai, penyiapan reagan selesai, dimasukkan ke mesin PCR realtime untuk membaca, membaca itu 3 jam dan tahapan persiapannya setengah jam, jadi ada 3 setengah jam waktu yang diperlukan,” kata Irene.

Setelah mesin bekerja selama 3 jam nantinya akan mengeluarkan hasil. Selanjutnya, petugas akan menginput hasil pada catatan yang sudah dibuat pihaknya saat prosedur pertama.

“Jadi kalau secepatnya-cepatnya itu bekerja paling cepat satu kali proses itu 8 jam, itu paling cepat. Tapi kan begitu sampelnya masuk tidak bisa langsung simpulkan, kita baru bisa simpulkan setelah sampel kedua masuk kan, hari berikutnya,” ucapnya.

“Jadi dalam keadaan normal, artinya kalau tidak ada penumpukan pasien karena misalnya primer habis atau apanya habis itu 2 hari sudah bisa kita keluarkan karena kita menunggu sampel itu 2-3 hari. Tapi kalau sudah numpuk, itu yang menjadikannya lama,” lanjut Irene.

Saat ini pihaknya belum mengalami kendala sehingga proses pengujian sampel berjalan lancar. Bahkan, dia mengaku kemarin, Senin (30/3/2020) pihaknya sempat memeriksa 115 sampel yang berasal dari DIY-Jateng.

“Sekarang sudah lancar kok, seperti kemarin kita periksa 115 sampel. Tadi yang membaca itu sekali running itu bisa 29 sampel yang 3 jam (dengan PCR). Jadi 115 sampel itu perlu running 4 kali, itu anak-anak bekerja dari jam 6 pagi sampai jam 12 malam,” katanya.

Karena itu, dia mengaku tidak ada maksud untuk memperlambat proses pengujian sampel. Menurutnya, cepat tidaknya pengujian sampel tergantung dari logistik dan kemampuan mesin real-time PCR.

“Jadi sepanjang logistiknya cukup, primer ada baik untuk ekstraksi dan membaca itu bisa cepat, tapi seandainya logistik terkendala ya tentu mempengaruhi kecepatan pembacaan juga,” katanya.

“Karena kalau sampelnya, misalnya hari ini habis, terus besok berhenti meriksa sehari kan mundur sampel yang masuk tiap hari. Padahal tiap hari sampel masuk 80-100, jadi kalau mundur sebentar, nah itu agak susah mengejar kembali ketertinggalan,” sambung Irene.

Irene mengaku, secara manual pihaknya telah bekerja semaksimal mungkin. Namun secara kinerja mesin menyesuaikan kemampuan mesin. Apalagi, dia tidak bisa mempercepat kinerja mesin.

“Karena kita juga tidak bisa push mesinnya bekerja, karena mesinnya bekerjanya 3 jam. Nah, sambil nunggu (mesin bekerja 3 jam) anak-anak mulai lagi proses sampel berikutnya. Selesai ekstraksi masuk lagi tempat pembacaan, sehari bisa 3-4 running. Jadi kalau sudah ketinggalan sehari saja susah,” katanya.

Irene juga mengaku jika BBTKLPP bisa saja hanya memeriksa 5 sampel salam sehari untuk mempercepat uji laboratorium. Namun, pihaknya menghemat primer karena sejatinya dapat untuk menguji sampai 29 sampel.

“Sebenarnya bisa saja kita hanya periksa 5 sampel tapi kan sayang primernya, kontrolnya. Kalau kita periksa 5 harusnya bisa dapat 29 ya ngejar yang 29. Karena tiap hari banyak sampel masuk, kan Balai ini mencakup DIY-Jateng,” ucapnya.

Terlepas dari hal tersebut, Irene menegaskan bahwa dia dan timnya saat ini terus berupaya semaksimal mungkin dalam melakukan pengujian sampel PDP. Terlebih, saat ini BBTKLPP memiliki banyak stok primer.

“Stok primer aman, saat ini kami punya banyak, mudah-mudahan nggak ada halangan lagi yang lain dan minimal tumpukan yang ini bisa kita selesaikan. Sehingga tidak ada antre lama. Ini saya juga push tim saya, semoga tim saya sehat-sehat semua dan hasilnya (uji sampel) bisa cepat keluar,” ujar Irene.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here