BOGORDAILY – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota. Dia mengatakan, hal tersebut guna mencegah penyebaran virus Covid-19 yang semakin tinggi.
“Kita terpaksa kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar seperti pada masa awal pandemi dulu. Bukan lagi masa transisi tapi PSBB awal dulu,” kata Anies.
Ada tiga indikator yang sangat diperhatikan oleh Pemprov DKI Jakarta yaitu tingkat kematian, ketersediaan tempat tidur isolasi dan ICU khusus covid-19 dan tingkat kasus positif di Jakarta.
“Dalam dua pekan angka kematian meningkat kembali, secara persentase rendah tapi secara nominal angkanya meningkat kembali. Kemudian tempat tidur ketersediaannya maksimal dalam sebulan kemungkinan akan penuh jika kita tidak lakukan pembatasan ketat,” ucap Anies.
Kebijakan ini pun lantas menimbulkan pro dan kontra, khususnya pada sisi ekonomi. Berikut merdeka.com akan merangkumnya.
1. Dunia Usaha Bakal Kembali Tertekan
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan P. Roeslani mengakui adanya tekanan bagi sektor usaha. Meski di saat bersamaan, dia tetap mengapresiasi langkah pemerintah untuk menekan laju penyebaran Covid-19.
“Ini very challenging untuk dunia usaha, gimana menavigasi, beradaptasi, berkreasi, dan berinovasi sehingga bisa bertahan dan mengakselerasi pertumbuhan meski di tengah tekanan,” ujar Rosan.
Meski demikian, Rosan mengatakan pengusaha harus tetap menjaga optimisme untuk menjaga stabilitas pasar. Sebab, dia meyakini langkah-langkah pemerintah untuk menyusun program pemulihan ekonomi nasional atau PEN telah menampung aspirasi dari pelbagai sektor.
2. Dorong Ekonomi RI Resesi
Ekonom Center of Reforms on Economic (CORE), Piter Abdullah memprediksi diberlakukannya kembali kebijakan PSBB di ibu kota akan mengantarkan ekonomi Indonesia ke jurang resesi pada kuartal III-2020. Sebab PSBB diyakini akan mengganggu berbagai aktivitas ekonomi warga Jakarta, sehingga perekonomian Indonesia menjadi terpuruk.
“Tanpa pengetatan PSBB resesi sudah diyakini akan terjadi di kuartal III ini. Apalagi dengan PSBB. Maka, ekonomi pasti kembali terpuruk,” ujar dia saat dihubungi Merdeka.com.
Menurutnya pengetatan dalam berbagai aktivitas ekonomi selama PSBB berlangsung dinilai akan mengganggu proses recovery. “Perekonomian yang sudah bergerak kembali walaupun masih sangat terbatas, akan kembali terpuruk. Karena kembali terjadinya perumahan dan juga PHK bagi tenaga kerja,” ujarnya.
3. Hadirkan Kembali Gelombang PHK
Ekonom sekaligus Peneliti Institute for Development of Economics (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, dampak besar dari diberlakukannya kembali PSBB yakni terjadinya gelombang PHK kedua di tahun ini. Bahkan, diperkirakan jumlah PHK di sepanjang tahun 2020 mencapai 15 juta jiwa.
“Berlakunya PSBB kembali pasti berdampak besar terjadinya gelombang kedua PHK. Jadi ada potensi PHK total 15 juta orang sampai akhir 2020 nanti,” tegas dia saat dihubungi Merdeka.com.
Secara riil, PSBB juga akan memukul kegiatan bisnis di berbagai sektor yang mulai tumbuh. Terutama ritel, pusat perbelanjaan, industri manufaktur hingga UMKM.
“Karena sektor-sektor usaha tersebut pasti akan mengalami penurunan secara drastis, setelah sempat tumbuh pada era kebiasaan baru ini. Karena kan tadi ada dampak dari terganggunya sisi konsumsi rumah tangga,” terangnya.
4. PSBB Diapresiasi Tekan Penyebaran Corona Guna Pulihkan Ekonomi
Ekonom sekaligus Peneliti Institute for Development of Economics (Indef), Bhima Yudhistira menyambut baik kembali diterapkannya aturan PSBB secara ketat di seluruh wilayah ibu kota. Mengingat pelonggaran aktivitas dinilai menjadi pemicu meningkatnya penyebaran virus corona jenis baru tersebut.
Selain itu, penerapan PSBB juga dianggap efektif untuk menekan penyebaran Covid-19 di ibu kota yang kian tak terkendali. Alhasil pemda DKI dapat lebih fokus terhadap berbagai upaya penanganan pandemi secara optimal.
“Karena kan kontribusi Jakarta sendiri terhadap perekonomian Indonesia sangat signifikan, mencapai 17 sampai 18 persen. Kalau pandemi bisa diatasi maka ekonomi akan bisa rebound. Paling tidak kuartal pertama 2021 sudah di atas dua persen,” imbuh dia.
Ekonom Center of Reforms on Economic (CORE), Piter Abdullah juga mengapresiasi keputusan Pemprov DKI Jakarta untuk kembali menerapkan PSBB. Mengingat penularan virus Covid-19 menjadi kian tak terkendali dan semakin mengancam kesehatan warga Jakarta.
“Sehingga memang penanggulangan wabah Covid-19 harus diutamakan. Ini juga melihat data penularan yang terus melonjak dan sudah membahayakan faktor kesehatan masyarakat ibu kota,” imbuh dia.
Tak hanya itu, PSBB secara ketat juga diharapkan membuat fokus Pemerintah untuk memerangi virus corona jenis baru ini menjadi lebih baik. “Semoga dengan pengetatan ini jumlah kasus benar-benar bisa melandai,” tutupnya.
5. Kinerja Industri Kembali Mundur
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, kebijakan PSBB dilakukan Pemprov DKI secara otomatis akan mempengaruhi kinerja industri manufaktur Tanah Air. Apalagi, belakangan bulan ini kinerja industri manufaktur tengah mengalami perbaikan sejak dibukanya PSBB.
“DKI kembali PSBB ketat ini tentu sedikit banyak akan kembali pengaruhi kinerja industri manufaktur di Indonesia,” kata dia.
Dia menambahkan, jika kebijakan PSBB ketat diikuti oleh daerah lainnya maka dampak besar akan lebih berasa bagi industri. Namun demikian, perlu ditekankan di sini adalah bagaimana faktor kesehatan menjadi perhatian pemerintah pusat maupun daerah.
“Tapi yang perlu disampaikan bahwa bagi pemerintah kesehatan masyarakat suatu hal yang tidak bisa ditawar,” tandas dia.