Saturday, 18 May 2024
HomeBeritaOpini : Vaksin Covid -19, Gratis Atau Berbayar?

Opini : Vaksin Covid -19, Gratis Atau Berbayar?

BOGOR DAILY- Sebuah polemik yang terjadi minggu ini adalah, tepatkah keputusan Presiden Jokowi menggratiskan program vaksinasi Covid – 19 bagi semua penduduk. Sebelumnya, direncanakan hanya 35 juta warga yang dapat menikmati gratis. Sisanya bayar sendiri.

Setiap keputusan dalam menghadapi pandemi adalah pilihan sulit. Seperti buah simalakama, berbayar salah, gratispun salah.

Anggaran dana sudah dialokasikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, tapi itu bukan angka absolut dan pasti benar, karena sangat sulit menghitung berapa anggaran yang diperlukan.
Asumsi asumsi yang dipakai dalam perhitungan anggaran bencana seperti pandemi ini, sifatnya fluktuatif.

Sri Mulyani sepertinya juga bisa tidak tepat menghitung alokasi anggaran. Sudah beberapa kali anggaran program Covid – 19 mengalami revisi. Dalam pengamatan saya, negara negara lainpun kesulitan untuk menetapkan anggaran secara pasti sejak awal pandemi. Semua pada awalnya meng underestimate anggaran yang diperlukan, lalu merevisinya berulang kali.

Kembali ke permasalahan dalam negeri. Kalau tidak digratiskan, akan ada sebagian masyarakat yang memilih tidak divaksin karena masalah biaya. Akibatnya, pandemi menjadi berkepanjangan dan sulit dituntaskan.

Kalau digratiskan , tentunya biayanya cukup besar dan akan mempengaruhi Anggaran Belanja Negara.

Kalau ada yang digratiskan dan ada yang berbayar, pertanyaannya adalah siapa yang gratis, dan siapa yang harus bayar sendiri?.
Apa ukuran obyektif dan adil yang dapat diterapkan secara nasional?

Laporan pendapatan pajak tidak bisa dijadikan ukuran yang obyektif. Tidak semua wajib pajak mempunyai NPWP. Seandainya laporan pendapatan dijadikan tolok ukur siapa yang mendapat gratis dan siapa yang tidak, hal ini masih bisa dipertanyakan oleh golongan yang dianggap mampu membayar sendiri.
Bukankah mereka telah membayar pajak yang kemudian dipakai membiayai program ? Mengapa sebagai pembayar pajak mereka kemudian harus bayar sendiri?

Kalau tidak ada ukuran yang obyektif dan adil, lalu berdasarkan apa cara menbedakan yang dapat gratis atau yang berbayar?
Tanpa adanya standar obyektif dalam membuat keputusan, ujung ujungnya pemerintah bisa dituduh membuat keputusan yang diskriminatif.

Ada desakan dari negara negara dan lembaga non pemerintah seperti PBB supaya bisa digratiskan, atau setidaknya tidak perlu bayar hak paten sehingga harga bisa ditekan serendah mungkin. Tapi itu tidak terjadi dan hanya menjadi angan angan saja.

Perusahaan perusahaan farmasi yang memegang hak paten sudah mengeluarkan biaya yang besar dan tentu menginginkan pemgembalian dan imbalan atas investasi yang telah ditanamkan.

Dengan segala kontroversi yang timbul, pilihan untuk menggratiskan adalah yang terbaik menurut saya.

Walaupun sudah pasti mahal dan membebani neraca anggaran negara secara signifikan, ini adalah bentuk tanggung jawab negara mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kita maju bersama sama, tidak boleh ada yang tertinggal. Siapapun mereka dan dari golongan apapun mereka berasal.

Sebagai tambahan, pemerintah perlu segera mengambil langkah antisipasi untuk mereka yang menolak untuk divaksin dengan alasan tertentu, karena berkaitan dengan keberhasilan program vaksinasi secara menyeluruh.
Juga untuk mereka yang memutuskan memilih vaksin yang menurutnya lebih baik dan membayar sendiri. Tentunya diperbolehkan selama vaksinnya resmi dan disetujui BPOM ( Badan Pengawas Obat dan Makanan).

Nenky Wibawa.
Sydney, Australia.
Lahir dan menetap lama di Bogor.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here