Friday, 3 May 2024
HomeKota BogorPersaudaraan Korban Napza: Program Pemkot Bogor untuk Korban NAPZA Hanya Administratif

Persaudaraan Korban Napza: Program Pemkot Bogor untuk Korban NAPZA Hanya Administratif

Bogordaily.net – Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dinilai tidak ada kepedulian terhadap para korban Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) khususnya di wilayah Kota Hujan.

Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator persaudaraan korban Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) Bogor, Bonny Sofianto.

Sejauh ini menurutnya Pemkot Bogor belum ada upaya yang signifikan terhadap para korban.

“Pendekatan dukungan dan kemanusiaan lebih dibutuhkan dari penghukuman, bagaimana kita sebagai masyarakat memberikan dukungan bagi para pengguna Narkotika agar dapat kembali berfungsi secara sosial dan produktif, karena sudah jelas metode penghukuman selama ini tidak berhasil,” kata Bonny kepada Bogordaily.net melalui keterangan tertulisnya, Kamis 14 Juli 2022.

Menurut Bonny, dukungan serta program rehabilitasi yang digagas atau diberikan oleh Pemkot Bogor bersama unsur terkait hanya sebatas administratif saja.

“Dukungan kepada Rehabilitasi milik masyarakat yang berprestasi di Kota Bogor, hanya sebatas dukungan administratif. Melalui program dan metode yang sesuai, lembaga – lembaga rehabilitasi berbasis sukarela melalui pendekatan komunitas membutuhkan perhatian lebih pemerintah daerah Kota Bogor agar dapat bertahan,” jelasnya.

Upaya Pemerintah, kata Bonny, dalam memerangi narkotika sebaiknya dievaluasi. Karena pendekatan yang humanis lebih dibutuhkan dibandingkan penghukuman bagi pengguna Narkotika.

Ditambah proses rehabilitasi pun saat ini juga menjadi permasalahan, dimana pengguna Napza belum sepenuhnya menerima hak rehabilitasi.

“Proses rehabilitasi pun saat ini juga menjadi permasalahan, dimana belum menjadi hak semua pengguna Napza. Hanya segelintir yang bisa merasakan, dimana adanya biaya rawatan dan prosedur yang menyulitkan (tidak semua pengguna Napza dari kalangan menengah keatas),” tambahnya.

Bonny menegaskan, tidak semua pengguna narkotika harus dipenjara. Hal ini diatur dalam SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) No 4 Tahun 2010 yang mengatur ambang batas penggunaan Narkotika dalam sehari.

“Sebagai catatan tidak semua pengguna Narkotika memerlukan rawatan rehabilitasi. Lalu bagaimana menentukan tindakannya, hal ini membutuhkan penilaian atau asesmen tenaga kesehatan profesional dan komunitas yang terlatih, seperti konselor adiksi yang telah uji kompetensi, bukan penilaian penegak hukum,” tegasnya.

Menurut Bonny, selama peradaban dunia narkotika akan selalu ada selama ada demand (permintaan), untuk itu, apakah sudah ada edukasi pada masyarakat, khususnya orang muda mengenai dampak menggunakan narkotika.

Lalu, bagaimana keluarga bersikap bila ada anggota keluarga yang bermasalah. Pada sisi supply, sejauh ini angka penangkapan masih berfokus pada pengguna bukan bandar besar.

Dan bagaimana penanganan resiko (penyakit seperti HIV, Hepatitis, TB, dll) bagi pengguna Narkotika. Secara keseluruhan ketiga hal tersebut (demand, supply, risk) adalah pendekatan pengurangan dampak buruk (Harm Reduction).

“Program – program penanganan dampak, baik sosial, kesehatan, ekonomi, hukum belum terlihat. Melalui program dan metode yang sesuai, lembaga – lembaga rehabilitasi berbasis sukarela melalui pendekatan komunitas membutuhkan perhatian lebih pemerintah daerah Kota Bogor agar dapat bertahan,” tutup Bonny.

(Muhammad Irfan Ramadan) (Riyaldi Suhud)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here