Wednesday, 8 May 2024
HomeOpiniTawuran dan Korban Terus Berulang, Ini Surat Terbuka Rakyat Biasa

Tawuran dan Korban Terus Berulang, Ini Surat Terbuka Rakyat Biasa

Bogordaily.net, aksi kekerasan sesama pelajar, penganiayaan hingga pembacokan. Berita belakangan kerap menjadi media massa. yang terjadi sudah begitu memprihatinkan, korban banyak berjatuhan.

Bak kaset lama, hal ini selalu terjadi berulang-ulang, di banyak daerah, dan dari waktu ke waktu selalu terjadi, korban pun makin bertambah dari kalangan pelajar. Suatu fenomena yang menampar dunia pendidikan kita.

Kasus pelajar, tak hanya terjadi di Bogor dan sekitarnya, tapi juga terjadi di berbagai daerah Indonesia. Mengutip laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2021 ada 188 desa/kelurahan di seluruh Indonesia yang menjadi arena perkelahian massal antar pelajar atau mahasiswa.

Jawa Barat menjadi provinsi dengan lokasi kasus pelajar terbanyak, yakni terjadi di 37 desa/kelurahan. Diikuti Sumatera Utara dan Maluku dengan masing-masing 15 desa/kelurahan yang mengalami kasus serupa.

Perkelahian pelajar dapat disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari emosi remaja yang belum stabil, kondisi keluarga yang tidak harmonis, masalah ekonomi, sosial-budaya, ataupun lingkungan sekolah dan guru yang kurang mampu mengarahkan siswa untuk berkegiatan secara positif.

Kasus penganiyaan sesama pelajar sehingga mengakibatkan korban tewas, siswa SMK Bina Kota Bogor, AS, membuat prihatin. Muncul pertanyaan, ada yang salah dengan dunia pendidikan kita?

Jelas kita sepakat bahwa tersebut merupakan tindakan negatif, kontra produktif, dan merugikan semua pihak. Tindakan brutal itu tidak layak dilakukan oleh pelajar. Perkelahian antar pelajat yang seringkali terjadi, menguatkan pesan, Kota Bogor sudah darurat dan perlu ada penanganan yang konkret lintas sector. Pencegahannya, tak hanya jadi tanggungjawab pihak sekolah atau kepolisian, tapi juga harus melibatkan masyarakat.

pelajar boleh dibilang merupakan aksi kriminal. Terjadinya tawuran dikalangan  anak ini juga di sebabkan masalah sepele yang di besar besarkan antara dua kelompok atau dua sekolah yang berbeda. Mereka melakukan tawuran sebab sudah dianggap sebagai tradisi yang bisa menyelesaikan masalah.

Merujuk catatan KPAI, sebagaimana disampaikan Komisoner KPAI Retno Listyarti, tawuran pelajar kembali merebak pasca terjadinya Covid-19, atau setelah diberlakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Alasan tawuran beragam dan dipicu hal sepele. Ada beberapa sekolah yang menjadi langganan tawuran sampai diistilah sebagai musuh bebuyutan. Dalam tawuran tersebut, para pelajar kerap kali menggunakan batu dan senjata tajam (sajam) yang  kerap melukai lawan, bahkan ada yang sampai meninggal dunia.

Masih menurut KPAI, setidaknya kekerasan pelajar ada 2 jenis, yaitu yang disebut pengeroyokan, dimana korban 1 orang dan pelaku sekelompok orang.  Pengeroyokan biasanya tangan kosong,  pelaku dan korban saling mengenal. Pengeroyokan umumnya dipicu kasus sepele, misalnya masalah asmara, kalah main game, bully di dunia maya, dan laiannya.

Sedangkan yang kedua disebut tawuran pelajar, yang umumnya terjadi antara sekelompok anak menghadapi sekelompok anak lainnya, dan umumnya  membawa senjata tajam. Tawuran pelajar kerap diawali dengan kesepakatan waktu dan tempat untuk melakukan tawuran di dunia maya. Jam tawuran juga biasanya sore atau malam hari atau di luar jam sekolah.

Lalu, bagaimana solusi pencegahan terjadinya pengulangan tawuran?  Terkait antisipasi tawuran, sudah sejak dulu, bersamaan merebaknya terjadi tawuran, pihak sekolah, orang tua, selalu diminta untuk meningkatkan pengawasan. Namun, faktanya, tawuran masih sering terjadi, bahkan dari tahun ke tahun, seolah jadi budaya. Artinya, upaya pencegahan tak pernah sukses dilakukan.

Menghindari pengulangan tawuran yang selalu terjadi dan jatuhnya korban pelajar, maka perlu dilakukan perbaikan mulai dari sistem pendidikan, keamanan, hingga kenyamanan. Terkait pencegahan perlu dilakukan sebagai berikut:

1. Mengusulkan agar pihak Polsek hingga Polresta menayangkan nomor whatsapp pengaduan, agar mudah dan cepat dihubungi public, dengan pemasangan spanduk, ditempatkan di sekolah hingga area strategis keramaian.

2. Berlakukan ketentuan pelajar dilarang membawa ponsel ke kelas atau sekolah

3. Identifikasi pelajar yang kerap terlambat datang ke sekolah atau kerap bolos dengan memberikan sanksi pertama hingga ketiga

4. Berlakukan jam belajar hingga sore hari, menghindari terjadi tawuran

5. Siagakan satgas atau satpol di tiap sekolah serta dilakukan patroli polisi atau kunjungan ke sekolah pada jam rawan dengan absensi diketahui kepela sekolah

6. Perbanyak sekolah negeri dan berlakukan sistem zonasi agar didominasi pelajar asal lingkungan setempat

7. Pelajar yang diduga bermasalah, perlu disarankan belajar melalui online agar tidak mempengaruhi proses belajar mengajar dan menebar ajakan tawuran

8. Melibatkan peran aktif masyarakat atau  System Siskamling Siang (S3) , guna melakukan pencegahan tawuran

9. Mengusulkan kepada Wali Kota Bogor Bima Arya perbanyak Satgas Pelajar ditunjang dana APBD dengan honor layak agar fokus cegah tawuran, bukan perbanyak Satgas Penjaga Taman.

Hal ini dinilai perlu karena cerita tawuran dan terjadi korban dari waktu ke waktu seolah selalu berulang. Mari bersama kita cegah jatuhnya korban generasi bangsa.

Penulis : Aktivis 98 / Persekutuan Orang Biasa (PO BIS), Eko Octa.

Copy Editor: Riyaldi

Simak Video Lainnya dan Kunjungi YouTube BogordailyTV

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here