Monday, 20 May 2024
HomeOpiniOpini: Justisiabel Peradilan Militer

Opini: Justisiabel Peradilan Militer

Justisiabel adalah orang-orang yang atau ditundukan pada kekuasaan suatu badan tertentu yang sebenarnya termasuk ke dalam hukum acara pidana dalam arti luas.

Jurisdiksi suatu badan juga sekaligus mempelajari justisiabel dari badan peradilan tersebut, sementara itu jurisdiksi berarti kekuasaan memeriksa dan mengadili suatu perkara oleh badan peradilan.

Justisiabel terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, diantaranya adalah :

1. Militer.
2. Yang dipersamakan dengan militer.
3. Non militer.

Militer termasuk ke dalamnya adalah orang-orang yang dengan secara sukarela atau yang sering dikenal adalah seseorang yang menjadi anggota TNI Angkatan Darat, Angkatan Laut
dan Angkatan Udara.

Sukarelawan lainnya yang dipersamakan dengan militer seperti bekas militer/pensiunan militer/ purnawirawan militer, baik yang benar-benar telah dipensiunkan atau dikaryakan kembali dan seorang yang berpangkat tituler dan militer asing.

Yang dipersamakan dengan militer ialah seperti anggota organisasi yang dipersamakan dengan militer, seperti anggota Hansip (Pertahanan Sipil) atau Resimen Mahasiswa (Menwa)
dengan dilengkapi oleh suatu keputusan Panglima TNI dan Menteri Pertahanan.

Non militer adalah seseorang yang menjadi dan termasuk ke dalam suatu justisiabel peradilan umum, seperti mereka yang menjadi subjek dalam perkara koneksitas, pegawai
negeri sipil (ASN) yang bekerja dilingkup TNI dan badan hukum dalam TNI.

Jika berbicara non militer maka seorang sipil yang diadili dan diperiksa dalam , namun wajib
memenuhi seorang sipil dapat diperiksa dan diadili dalam .

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya ialah seorang sipil yang menjadi subjek dalam perkara koneksitas.

Dalam perkara koneksitas, pelaku sipil dapat menjadi justisiabel apabila, diantaranya :

1. Titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidananya banyak menyangkut kepentingan militer.
2. Sifat kejahatannya lebih ke militer.
3. Peranan dan jumlah pelaku banyak dari militer, demikian juga yang berperan.

Arrest Hoog Raad (Mahkamah Agung Belanda) pada tanggal 21 Juni 1926 W 11541 menerangkan bahwa pelaku sipil dalam perkara koneksitas dapat menjadi justisiabel apabila, diantaranya:

1. Pelaku sipil tersebut benar mengetahui dan meyakini bahwa teman dalam melakukan tindak pidananya adalah seorang anggota militer.
2. Kerugiannya berada di pihak militer.
Setelah penjelasan mengenai siapa saja yang termasuk ke dalam justisiabel badan .

Indonesia memiliki badan dalam memeriksa dan mengadili kepada seseorang yang ditundukan kepada badan .

UU No. 39 Tahun 1947 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer yang memiliki 150 (seratus lima puluh) Pasal dalam buku 1 (satu) yang mengatur mengenai aturan atau ketentuan umum dan buku 2 (dua) mengatur tentang kejahatan.

Sehingga dalam hal terjadi tindak pidana maka terbagi menjadi 2 (dua) golongan tindak pidana, diantaranya adalah :

1. Tindak Pidana Militer murni, ialah tindak pidana yang hanya mungkin dilakukan oleh anggota militer.
2. Tindak Pidana Militer campuran, ialah tindak pidana yang sebelumnya sudah diatur di dalam KUHP atau perundang-undangan lainnya kemudian diatur kembali di dalam KUHPM.

Setelah melihat penjelasan di atas, maka pertanyaan yang kerap muncul ialah bagaimana dengan seorang militer yang melakukan suatu tindak pidana yang belum diatur di dalam KUHPM ?

Seperti melakukan tindak pidana korupsi. Merujuk kepada UU No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20

Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada subjek dalam tindak pidana korupsi yang termaktub di dalam Pasal 1
ayat (2) Pegawai Negeri adalah meliputi: pegawai negeri yang sebagaimana dimaksud dalam UU tentang Kepegawaian dan pegawai negeri yang sebagaimana dimaksud di dalam KUHP.

Merujuk kepada Pasal 92 ayat (3) KUHP menjelaskan bahwa semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat.

Oleh karena itu, seorang anggota militer yang melakukan tindak pidana korupsi maka wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan yang secara khusus
mengatur mengenai Tindak Pidana Korupsi.***

Ditulis Oleh: Sadam Alamsyah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here