BOGOR DAILY – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia mengeluarkan maklumat Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI), yang ditandatangani 1 Januari 2021.
Polri beralasan, maklumat ini untuk memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.
Salah satu dari empat hal dalam maklumat tersebut disayangkan oleh Komunitas Pers yang terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred), dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
Isi maklumat tersebut adalah berada di Pasal 2d, yang berisikan: ‘Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial’.
Menyikapi Maklumat di pasal 2d tersebut, Komunitas Pers pun menyatakan sikapnya, sebagai berikut;
Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, “(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.” Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai “pelarangan penyiaran”, yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.
Mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari Maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.
Menghimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers.
Sementara itu Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Argo Yuwono memastikan bahwa Maklumat Kapolri soal larangan menyebarluaskan konten Front Pembela Islam (FPI) tak akan menggangu kebebasan berekspresi maupun pers.
Menurut Argo, dalam larangan tersebut, pihaknya hanya menekankan agar masyarakat tak menyebarluaskan berita bohong atau hoaks yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.
“Yang terpenting bahwa kita dengan dikeluarkannya maklumat ini, kita tidak membredel berkaitan konten pers tidak,” kata Argo kepada wartawan di gedung Bareskrim, Jumat (1/1/2020).
“Artinya bahwa poin 2 D tersebut, selama tidak mengandung berita bohong, potensi gangguan Kamtibmas atau provokatif, mengadu domba atau perpecahan dan sara, itu tidak masalah,” kata dia lagi.