Bogordaily.net – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki resmi menerima dokumen hasil penelusuran tim independen pencari fakta terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) pada 2019 silam. Temuan fakta tersebut akan ditindaklanjuti bersamaan dengan 7 (tujuh) rekomendasi yang disampaikan oleh tim independen.
MenKopUKM menyetujui dan menegaskan agar seluruh rekomendasi yang disampaikan tim independen segera dilaksanakan dengan optimal agar kasus tersebut bisa segera tuntas, berkeadilan bagi korban dan tidak terulang di kemudian hari. MenKopUKM pun turut mengapresiasi kerja keras dari seluruh tim independen yang dibentuknya.
“Dalam kesempatan ini saya menerima secara utuh seluruh rekomendasi yang disampaikan, dan sekaligus mengucapkan terima kasih kepada tim independen yang telah bekerja secara cepat dan selesai sebelum target waktu yang ditentukan,” ucap MenKopUKM Teten Masduki saat menerima tim independen di KemenKopUKM, Jakarta, Selasa, 22 November 2022.
Sebagai informasi, tim independen yang dibentuk pada 26 Oktober 2022 lalu terdiri dari Ketua yaitu Ratna Batara Munti dari Aktivis Perempuan. Adapun anggotanya yaitu Riza Damanik sebagai perwakilan dari KemenKopUKM, Margareth Robin Korwa perwakilan dari KemenPPPA, Sri Nurherwati dan Ririn Sefsani dari Aktivis Perempuan.
MenKopUKM berjanji akan bergerak cepat untuk melaksanakan seluruh rekomendasi yang disampaikan oleh tim independen. Salah satunya yang dianggap mendesak yaitu pembentukan tim Majelis Kode Etik karena tim yang sudah dibentuk pada 2020 dianggap lalai menjalankan tugas dan kewajibannya sehingga pengungkapan kasus kekerasan seksual sangat lamban ditangani.
“Saya akan segera membentuk Majelis Kode Etik yang baru dan akan menjalankan apa yang direkomendasikan oleh Tim Independen agar bisa dijalankan secara utuh. Saya tidak ingin masalah ini terkatung – katung atau berlarut – larut agar segera tuntas,” ucapnya.
Sementara itu Ketua Tim Independen Pencari Fakta Ratna Batara Munti menambahkan bahwa rekomendasi yang disusun dan disampaikan oleh Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) didasarkan dari temuan fakta di lapangan dan juga dari kajian yang mendalam.
Menurutnya, banyak kejanggalan yang ditemukan oleh Tim Independen sehingga sangat merugikan korban. Sementara para pelaku khususnya terhadap dua ASN di KemenKopUKM saat ini masih bebas dari jerat hukuman. Sanksi disiplin yang dijatuhkan dinilai terlalu ringan sehingga perlu ditinjau kembali oleh pihak yang berwenang.
“Salah satu rekomendasi kita adalah sanksinya harus dievaluasi terutama bagi ASN sebagai terduga pelaku masih bekerja di lembaga ini. Kita rekomendasikan agar diperberat hukumannya dari semula penjatuhan satu tahun penurunan jabatan menjadi dipecat,” ucap Ratna.
Dia berharap dengan dijalankannya rekomendasi Tim Independen secara utuh, nantinya KemenKopUKM dapat menjadi role model terhadap penanganan kasus yang sama di tempat lain. Dia menilai masih banyak kekerasan seksual yang terjadi di luar sana terutama di lembaga pemerintah namun belum tuntas diungkap.
“Kita harap ke depan ada SOP (Standar Operasional Prosedur) yang tegas dan jelas untuk pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di tempat kerja terutamaa di lembaga pemerintahan. Ini penting agar ada perlindungan maksimal terhadap perempuan di tempat kerjanya,” ucap Ratna.
Di tempat yang sama Anggota Tim Sri Nurherwati menambahkan pihaknya telah menuntaskan penugasan dari MenKopUKM untuk mengumpulkan fakta-fakta baru kurang dari satu bulan sejak Surat Keputusan (SK) terbit.
“Alhamdulillah Pak Menteri (Teten Masduki) telah menerima rekomendasi Tim Independen secara bulat dan beliau telah menyampaikan kepada jajaran untuk menjalankan rekomendasi tersebut secepatnya,” imbuh Nur.
Adapun tujuh rekomendasi yang disusun oleh Tim Independen, antara lain sebagai berikut:
1. Menetapkan Hukuman Disiplin pemberhentian untuk 2 PNS dan 1 honorer;
2. Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun untuk 1 orang PNS;
3. Membubarkan Majelis Kode Etik yang dibentuk di 2020 dan kemudian membentuk Majelis Kode Etik baru dalam upaya penerapan sanksi tegas kepada para pejabat yang melakukan pelanggaran dan mal-administrasi yang berdampak berlarutnya penyelesaian kasus ini.
4. Memperbaiki kode etik dan kode perilaku ASN KemenkopUKM.
5. Pembatalkan pemberian rekomendasi beasiswa.
6. Memastikan terpenuhinya pemenuhan hak-hak Korban dalam penanganan, pelindungan dan pemulihan.
7. Melakukan mapping dan analisis tata kelola SDM di Lingkungan KemenKopUKM.(*)