Bogordaily.net – Ada satu hal yang selalu menarik perhatianku, setiap kali berangkat atau pulang kuliah, mataku selalu tertuju pada sebuah papan nama besar yang mencolok bertuliskan ‘Perca‘. Papan itu unik, dibentuk dari gambar sisa-sisa kain yang dirangkai menjadi satu. Jelas terlihat kreativitas membuat limbah jadi indah.
Namanya Kampung Perca, sebenarnya tidak jauh dari rumahku hanya berjarak kurang dari lima kilometer dan cukup sering kulewati. Tapi entah kenapa, meskipun sering melihat papan nama itu, aku tak pernah benar-benar menyempatkan diri untuk berhenti dan mencari tahu lebih dalam.
Awalnya, aku hanya menganggap Kampung Perca ini sebagai kampung biasa, tak ada yang istimewa, sama seperti kampung-kampung lain di daerahku, hanya saja letaknya di pinggir jalan raya. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa penasaran mulai muncul dan menyelimuti benakku.
Setiap kali melewati papan nama itu aku mulai bertanya-tanya, ‘Sebenarnya, apa sih Kampung Perca ini?’ ‘Kenapa papan namanya dipenuhi gambar kain-kain yang disatukan?’ Aku pun mulai menduga, jangan-jangan ada sesuatu yang unik di balik kampung ini, sesuatu yang belum banyak orang tahu, termasuk aku.
Sejujurnya, meski Kampung Perca tak jauh dari rumahku, aku selalu saja menunda untuk mengunjunginya. Namun, suatu hari ada dorongan kuat dalam diriku yang membawaku untuk akhirnya melihat langsung dan mengenal lebih dalam tentang Kampung Perca. Ini seperti sebuah keajaiban, tiba-tiba aku memutuskan untuk mencari sesuatu yang istimewa di kampung itu, kampung yang selama ini hanya kulihat sekilas, tanpa tahu apa yang ada di baliknya.
Siang itu, aku berangkat bukan dari rumah, melainkan langsung dari kampus. Sengaja, aku ingin ditemani oleh seorang teman. Menggunakan sepeda motor, kami menempuh perjalanan selama dua puluh menit untuk mencapai Kampung Perca yang terletak di Kelurahan Sindangsari, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor.
Saat memasuki Kampung Perca, aku langsung terpesona dengan pemandangan yang ada. Tembok di sebelah kiri jalan dipenuhi kotak-kotak warna-warni yang digantung, membuat suasana kampung jadi lebih hidup.
Di sepanjang jalan, tembok-tembok dihiasi lukisan-lukisan yang menarik perhatian dengan warna-warna cerah. Terdengar percakapan hangat antara warga yang sedang bekerja atau bersantai di depan rumah sambil menikmati makan siangnya.
Aku menyusuri kampung Perca dan menemukan informasi dari penduduk setempat bahwa terdapat 4 galeri yang dimiliki oleh Kampung Perca. Galeri pertama yaitu Galeri Kriwil, terdapat produk-produk seperti keset dan taplak khas kampung perca.
Galeri kedua yaitu Galeri Petok, terdapat beberapa produk kerajinan seperti cempal berbentuk ayam. Galeri ketiga yaitu Galeri Pangsi, terdiri dari produk-produk fashion seperti baju pangsi dan outer.
Terakhir, Galeri Pak Has yang merupakan galeri utama, masih aktif sebagai tempat workshop bagi para pengrajin untuk memilah, menyiapkan, dan merangkai produk-produk perca.
Tanpa menunda-nunda waktu lagi aku langsung bergegas ke Galeri Pak Has. Ketika aku memasuki galeri tersebut ternyata di lantai dua terdapat tempat kursus menjahit. Sementara itu, galeri utama terletak di lantai tiga.
Di sana, aku disambut oleh Ibu Ika, salah satu pengurus Kampung Perca. Kami banyak mengobrol mengenai Kampung Perca dan bagaimana kampung ini dapat terbentuk.
Ibu Ika menjelaskan kepadaku bahwa Kampung Perca adalah kampung yang berdiri di tengah menurunnya tingkat perekonomian masyarakat dunia akibat pandemi Covid 19. Pada tahun 2020 saat pandemi Covid 19 melanda, warga Sindangsari mengalami kesulitan ekonomi yang parah.
Melihat kondisi tersebut warga Sindang Sari berdiskusi untuk menciptakan peluang usaha berdasarkan potensi yang dimiliki. Akhirnya dipilih lah pemanfaatan kain perca untuk dijadikan usaha.
Pilihan ini didasari oleh perhatian warga kepada sampah limbah kain sebagai bahan limbah yang sulit terurai, sehingga tercetus lah ide untuk menciptakan limbah kain menjadi bernilai.
Selain itu, bahan baku kain perca juga mudah didapatkan tanpa biaya dengan demikian kain perca dipilih untuk diproduksi dan dijual dengan tujuan meningkatkan pendapatan ibu-ibu di Kampung Sindang Sari.
Saat ini Kampung Perca telah berkembang menjadi kampung wisata yang memiliki tujuan pemberdayaan masyarakat terutama perempuan dan ibu-ibu rumah tangga. Setelah banyak mengobrol bersama pengurus kampung perca, Aku diperbolehkan untuk mengeksplor seluruh isi galeri.
Saat memasuki galeri aku menyusuri dari sisi kiri, berputar hingga ke sisi kanan, mengamati berbagai produk mulai dari tas, baju, hingga syal yang tergantung rapi di manekin.
Tidak hanya itu, aku juga melihat bagaimana proses pembuatannya dari mulai seukur kain kecil hingga bisa menjadi sebuah barang yang bernilai seperti taplak meja, keset, hingga tas. Setiap produk dibuat dengan perhatian penuh terhadap detail, dan prosesnya cukup rumit.
Kampung Perca bagiku bukan hanya sekedar kampung wisata. Kampung ini adalah contoh nyata bagaimana kreativitas dapat mengubah tantangan menjadi peluang.
Aku sangat terkesan dengan semangat seluruh masyarakat yang ada di kampung ini untuk terus hidup bangkit dan mencari peluang. Melalui kreativitasnya, warga Kampung Perca dapat menciptakan karya-karya luar biasa dari limbah kain perca.
Tidak hanya membangkitkan kembali roda perekonomian, kegiatan ini juga memberikan dampak positif bagi lingkungan. Tumpukan limbah tekstil yang berpotensi dapat mencemari lingkungan kini diubah menjadi produk yang bermanfaat dan bernilai jual.
Ini menjadi bukti nyata bahwa kreativitas dan kesadaran lingkungan dapat berjalan beriringan bahkan menghasilkan uang. Setelah mengunjungi Kampung Perca aku baru menyadari bahwa tempat yang selama ini hanya kulihat dari jalan ternyata menyimpan sejarah yang indah.
Kekompakan dan ketangguhan warganya patut diacungi jempol. Ibu Ika, pengurus Galeri Pak Has memberitahuku bahwa Kampung Perca telah meraih berbagai penghargaan atas apresiasi dan dukungan yang diberikan kepada masyarakatnya.
Aku merasa sangat beruntung bisa berkunjung ke sini. Aku mendapatkan banyak ilmu dan informasi baru. Warga Kampung Perca sangat ramah dan menyambutku dengan hangat.
Pengalaman ini akan selalu kuingat. Aku senang perjalananku kali ini memberikan wawasan baru. Aku berharap Kampung Perca bisa terus berkembang di masa depan.
Ginandita Novi Andhini
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB