Friday, 26 April 2024
HomePolitikDiacara Kongres Tani VIII, Anggota DPR RI Kritisi Imbas RUU Omnibus Law...

Diacara Kongres Tani VIII, Anggota DPR RI Kritisi Imbas RUU Omnibus Law di Sektor Pangan

BOGOR DAILY- Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi Gerindra Dr. Ir. Hj. Endang Setyawati Thohari, DESS., M.Sc mengkritisi Rancangan Undang-undang Omnibus Law, khususnya yang berkaitan dengan sektor pangan. Kritik dilontarkan dalam Kongres Tani VIII di  Gedung Auditorium Kementan RI Jakarta, Jum'at (13/3/20)

Hj. Endang menjelaskan, sebagai Negara agraris Indonesia telah dianugerahi keanekaragaman hayati nomor dua di dunia. Namun, dengan adanya revisi dalam RUU Omnibus Law, maka ada perubahan mendasar. Khususnya dalam Pasal 66 (2) dan (3) tentang perubahan  kebijakan impor pangan.

“Kalau dilihat lagi, ada perubahan mendasar di poin itu,”kata Hj.Endang

Kemudian, lanjut Hj.Endang, saat ini Indonesia juga  sedang menghadapi masalah stunting. Khususnya di daerah Jawa Barat. Menurutnya, persoalan ini tidak boleh dianggap sepele karena menyangkut kualitas generasi ke depannya.

“Sampai saya turun ke daerah salah satu nya Dapil saya di Jabar III (Kota Bogor dan Kab. Cianjur), untuk memotivasi masyarakat khususnya ibu-ibu agar  membuat makanan dari potensi lokal  yang bergizi berbahan ikan, tepung singkong dab lain-lain disesuaikan dengan potensi lokal wilayah setempat. Cara ini juga secara tidak langsung juga turut menciptakan lapangan kerja,” papar politisi Gerindra itu.

Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi Gerindra Dr. Ir. Hj. Endang Setyawati Thohari, DESS., M.Sc saat mengikuti Kongres Tani VIII di Gedung Auditorium Kementerian Pertanian, Jum'at (13/3/20).

Akan tetapi, Hj. Endang melanjutkan,  dengan adanya revisi dalam aturan Omnibus Law ini, maka pertauran tersebut justru bisa menghambat program yang akan dilaksanakan. Sebab, pemerintah justru mempermudah praktik impor, seperti yang tertuang  di Pasal 30 (1) mengenai  perubahan Pasal 14 UU Perkebunan. Hal itu dianggapnya bertentangan.

“Karena sebetulnya kita sudah punya konsep bagaimana potensi lokal yang dihasilkan dari zona tertentu, itu bisa  membantu kebutuhan dalam Negeri terhadap makanan bergizi,” tuturnya.

Tak hanya itu, Hj. Endang juga mengkritisi soal aturan yang tercantum dalam pasal 30 (1) perubahan pasal 14 UU Perkebunan. Ketentuan itu juga dianggap telah bertentangan. Karena adanya hak otonomi daerah yang membuat area bekas tambang justru tidak dimanfaatkan secara maksimal.

“Kalau kita lihat, banyak bekas pertambangan yang  didiamkan begitu saja. Padahal itu bisa dimaksimalkan untuk digarap varietas unggul Ini seharusnya juga kita gali lagi agar lahan yang ada bisa memakmumarkan masyarakat,”tegasnya

Belum lagi, bila bicara soal tata ruang. Menurutnya dengan rencana pemerintah pusat menggeber pembangunan infrastruktur, maka akan banyak lahan pertanian yang hilang.

“Kalau semua dikaitkan dengan infrastruktur yang akan dijadikan tol,  maka lahan subur ini akan hilang. Contohnya  beras Cianjur yang dulu sangat terkenal, sekarang sudah hilang,” tandasnya. (bdn)

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here