Thursday, 18 April 2024
HomeBeritaEkspor Benih Lobster Disetop Lagi

Ekspor Benih Lobster Disetop Lagi

BOGOR DAILY- Ekspor benih lobster telah dihentikan sementara oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Pengusaha pun protes dan meminta kembali dibuka.

Pemberhentian sementara ekspor benih lobster tertuang dalam Surat Edaran Nomor B. 22891/DJPTPI.130/XI/2020. Surat tertanggal 26 November ini diteken Plt Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini. Pemberhentian sementara ekspor benih lobster merupakan keputusan mendadak yang diambil pemerintah, setelah KPK menetapkan status tersangka kepada Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap terkait ekspor benih lobster.

Ketua Asosiasi Budi Daya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja, mengatakan, pemberhentian sementara itu menyebabkan ekspor yang telah berjalan menjadi macet. “Sementara ekspor macet,” ungkap Wajan.

Ia pun meminta pemerintah mempertimbangkan untuk menerbitkan kembali izin ekspor benih bening lobster (BBL). “Untuk diketahui, lobster itu tidak masuk dalam Appendix dan dua, atau Convention on International Trade in Endangered species (CITES),” imbuh Wajan.

“Benih lobster jangan diregulasi karena lobster tidak terancam punah. Samakan saja seperti komoditas lain seperti tuna, cumi, dan lain-lain” sambungnya.

Sementara itu, menurut Pengamat Perikanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Suhana, ekspor benih lobster sebaiknya dihentikan secara permanen. Pasalnya, Indonesia hanya menguntungkan Vietnam.

“Vietnam merupakan negara pesaing Indonesia dalam pasar lobster konsumsi di pasar internasional. KKP perlu belajar dari kebijakan 5 tahun terakhir, bahwa ketika benih lobster dilarang ekspor, nilai ekspor Indonesia naik sangat tinggi, Vietnam justru kebalikannya, nilai ekspornya terus menurun. Tapi sekarang sangat menyedihkan, Vietnam semakin kuasai pasar lobster internasional, karena pasokan benih dari Indonesia,” terang Suhana.

Mending Ekspor Benih Lobster, atau Budidaya?

Ketua Komite Perikanan dan Kelautan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit mengatakan, jika pemerintah akan menghentikan ekspor benur dan mengubahnya ke produk besar atau hasil budidaya, para pengusaha membutuhkan bantuan teknologi. Hal ini dilakukan untuk mendalami budidaya ekspor benih lobster yang lebih efisien.

“Kalau kita mau memelihara itu di sini, tolong bantu teknologi kepada nelayan,” imbuhnya.

Secara keseluruhan, ia menilai baik ekspor benih lobster maupun budidaya, pemerintah harus mengambil sikap untuk memberikan pemahaman lengkap kepada publik. Ia berpendapat, kebijakan yang dibuat dengan transparansi meski ditentang banyak orang, menurutnya akan memberikan hasil yang baik di masa mendatang.

“Misalnya, kita akan membuka izin ekspor benur sekian ratus juta ekor. Nah kita mulailah ini, siapa yang mampu memberikan kontribusi terbesar ke republik? Artinya jangan seperti sekarang, bayarannya hanya berapa rupiah. Kan kalau sekarang itu semua dilakukan transparansi, nggak ada yang bakal protes, tetapi ada dasar yang kuat,” urai Anton.

Kembali ke Wajan, menurutnya ada tantangan besar untuk budidaya lobster. Ia mencontohkan, Vietnam sukses budidaya lobster karena teknologinya mumpuni.

“Belum lagi biaya budidaya di Vietnam lebih rendah karena sudah berpengalaman beberapa dekade dan menguasai teknologi pembesarannya,” tutur Wajan.

Selain itu, lobster di Vietnam pun punya pasar yang menjanjikan.”Tentunya perlu tahapan beberapa dekade untuk mengembangkan usaha budidaya lobster karena tidak bisa instan. Tantangannya adalah untuk bersaing dengan Vietnam yang diuntungkan secara geografis bertetangga dengan pasar lobster di Guang Dong, China, sehingga ongkos kirimnya lewat jalan darat akan jauh lebih rendah dibanding dari Indonesia yang harus membayar ongkos kirim dengan pesawat,” ungkap Wajan.

Di sisi lain, Suhana berpendapat bahwa KKP punya PR mengembangkan sumber pembenihan (hatchery) lobster terlebih dahulu untuk mendorong budidaya.

“Kembangkan hatchery lobster terlebih dahulu, supaya benihnya tidak tergantung alam seperti saat ini. Ingat bahwa Indonesia punya pengalaman kehilangan benih bandeng di alam pada tahun 1970-an karena dieksploitasi sejak benihnya. Alhamdulilah benih bandeng sekarang sudah disuplai dari hatchery, jadi tidak tergantung pasokan alam lagi,” jelasnya.

Caranya mengembangkan hatchery ialah mendukung riset melalui pendanaan kepada balai budidaya.

“Dukungan dana riset untuk kembangkan hatchery perlu ditingkatkan. Balai budidaya air laut yang dimiliki KKP harus fokus kembangkan hatchery benih lobster,” pungkas

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here