Bogordaily.net – Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli mengatakan demokrasi kriminal harus diubah jadi demokrasi yang bersih amanah, dan menekankan bahwa kondisi ini perlu diubah.
Menurut Rizal Ramli, hanya itu yang bisa membuat para pejabat yang terpilih, mulai Presiden, Gubernur atau Bupati, sungguh-sungguh bekerja untuk rakyat.
“Bukan untuk bayar bandar, bukan untuk kepentingan yang besar-besar saja,” ujar Mantan Menteri Ekonomi di era Gus Dur, Rizal Ramli kepada wartawan, Kamis 24 Juni 2021.
“Saudara-saudara, kita harus rombak sistem ini, bongkar sistem ini, karena ini lah yang menghasilkan kualitas pemimpin KW (kualitas) 2, KW 3 bahkan KW 4,” sambungnya.
Kemudian Rizal Ramli mengatakan bahwa, mustahil seorang pemimpin dengan kualitas yang bagus, karakter yang kuat yang memiliki integritas, track record bisa ikut berkompetisi dalam sistem demokrasi kriminal.
Dirinya merasa senang dengan langkah inisiatif Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, yang tengah memperjuangkan agar threshold dihapus.
“Saudara-saudara, waktunya telah tiba. Mari kita bukakan mata rakyat kita, karena sistem threshold ini adalah basis dari politik uang yang dahsyat dari demokrasi kriminal di Indonesia,” katanya.
“Kawan-kawan mari kita satukan tekad dan pikiran untuk menghapuskan threshold yang bersifat kriminal ini,” tambahnya.
Menurutnya, seruan ini bertujuan untuk mengembalikan marwah demokrasi untuk bisa bekerja bagi rakyat dan kejayaan bangsa, bukan untuk memuaskan segelintir orang saja.
“Cara menghapus demokrasi kriminal ini adalah dengan menghapus ambang batas pencalonan para calon pemimpin negeri,” ucapnya.
Apalagi, kata Rizal Ramli, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak mengatur tengtang ambang batas atau threshold.
“Hapus demokrasi kriminal. Thresholad tidak ada di UUD Indonesia, dihapus di 48 negara. MK jangan beri legitimasi money politics ugal-ugalan dengan melegalkan threshold,” tuturnya
Lebih lanjut, Rizal Ramli mengurai bagaimana threshold bisa menghasilkan sebuah demokrasi kriminal.
Menurutnya, setelah para pemimpin terpilih, baik itu Bupati, Gubernur, bahkan Presiden, pengaruh daripada bandar-bandar-bandar atau cukong-cukong sangat kuat.
Contoh nyatanya adalah teriakan “demi investor” yang dalam beberapa tahun terakhir selalu didengungkan ke telinga rakyat. Ini semua bertujuan demi kepentingan bisnis asing maupun yang besar-besar.
“Jarang sekali pemimpin mengatakan demi rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat. Tapi selalu menggunakan untuk ekonomi yang lebih bagus dan sebagainya, perlu investor yang besar. Diberikan kemudahan-kemudahan, diberikan pembebasan pajak 20 tahun, dikurangi royaltinya, dikurangi pajak dan kewajibannya,” jelasnya.
Sementara rakyat, secara terus-menerus dibebani dengan berbagai macam pungutan, pajak, hingga kenaikan tarif dasar listrik.Adv