Bogordaily.net – Apa yang membuat sebuah foto terasa hidup? Apakah pencahayaan? Teknik kamera? Atau ada sesuatu yang lebih dalam? Banyak fotografer berfokus pada aspek teknis seperti komposisi, pencahayaan, atau lensa terbaik. Namun, ada satu faktor yang sering diabaikan: hubungan antara fotografer dan model atau dengan melakukan pendekatan interpersonal dengan model.
Foto yang benar-benar memiliki kedalaman bukan hanya soal keakuratan teknis,
tetapi juga bagaimana ekspresi dan emosi seseorang terekam dalam frame.
Sebuah penelitian oleh Mohd Muslim Tan et al. (2024) menemukan bahwa emosi
dalam foto secara signifikan memengaruhi cara audiens memahami gambar. Ini membuktikan bahwa fotografi bukan sekadar menangkap momen, melainkan membangun koneksi yang dapat terasa meski hanya dari satu potret.
Jika fotografer tidak memahami karakter modelnya, yang terjadi adalah gambar yang mungkin secara teknis sempurna, tetapi terasa kosong—tanpa emosi, tanpa kepribadian.
Sebaliknya, jika ada keterhubungan, hasilnya akan lebih autentik, ekspresi akan lebih natural, dan foto akan memiliki cerita yang bisa langsung dirasakan oleh penonton.
Mengapa Kepribadian Model Itu Penting?
Setiap individu memiliki cara tersendiri dalam mengekspresikan emosi dan bahasa tubuh mereka. Seorang fotografer yang memahami modelnya akan lebih mudah menangkap ekspresi yang bukan hanya ‘bagus secara estetika’, tetapi juga memiliki makna mendalam.
Penelitian oleh Olszanowski et al. (2015) menemukan bahwa perbedaan kecil dalam ekspresi wajah dapat mengubah interpretasi audiens terhadap suasana dan pesan yang
disampaikan foto. Sebagai contoh, sedikit perbedaan dalam posisi alis atau senyuman dapat membuat seseorang terlihat bahagia, ragu-ragu, atau bahkan penuh ketegangan.
Jika seorang fotografer tidak memahami bagaimana model mengekspresikan dirinya secara alami, foto bisa terasa dipaksakan. Hasilnya? Pose yang kaku, ekspresi yang terkesan dibuat-buat, dan foto yang kehilangan kedalaman emosionalnya.
Namun, ketika fotografer memahami karakter dan ekspresi alami modelnya, foto akan terasa lebih nyata. Inilah alasan mengapa pemotretan terbaik sering kali bukan tentang bagaimana seseorang berpose, tetapi bagaimana seseorang berinteraksi dengan kameranya.
Bagaimana Cara Mengenal Model Sebelum Sesi Pemotretan?
Koneksi antara fotografer dan model tidak bisa muncul secara instan. Perlu ada pendekatan yang tepat agar proses pemotretan menghasilkan foto yang tidak hanya
berkualitas secara teknis, tetapi juga memiliki karakter yang kuat.
1. Bangun Komunikasi Sebelum Sesi Pemotretan
Sebelum memulai sesi foto, luangkan waktu untuk berbicara dengan model. Ini bukan hanya tentang membangun suasana yang nyaman, tetapi juga untuk memahami bagaimana mereka ingin ditampilkan dalam gambar.
Moon (2016) dalam studinya menemukan bahwa interaksi sebelum pemotretan dapat meningkatkan rasa percaya diri model, sehingga mereka lebih santai dan ekspresi yang muncul lebih natural.
Contoh pertanyaan yang dapat diajukan:
• “Bagaimana kamu ingin terlihat dalam foto ini?”
• “Apakah ada gaya favoritmu?”
• “Kamu lebih suka difoto dalam keadaan serius, ekspresif, atau natural?”
Melalui percakapan ini, fotografer bisa menangkap gestur alami model bahkan sebelum kamera mulai bekerja.
2. Mengamati Bahasa Tubuh dan Ekspresi Model
Menurut Brian Roberts (2011), pose dan ekspresi seseorang memiliki hubungan erat dengan kepribadian mereka. Jika fotografer bisa menangkap pola ini, mereka bisa lebih mudah mengarahkan model tanpa membuat mereka merasa dipaksa.
Misalnya:
• Model yang introvert cenderung lebih nyaman dengan gaya candid yang natural, di mana mereka tidak merasa terlalu diperhatikan.
• Model yang ekspresif lebih nyaman dengan gaya yang lebih dinamis, menampilkan kepercayaan diri dalam pose mereka.
• Model yang belum terbiasa difoto bisa diarahkan ke pose yang lebih sederhana tetapi tetap memiliki narasi visual yang kuat.
Intinya, tidak ada satu formula yang cocok untuk semua orang. Seorang fotografer harus bisa membaca karakter modelnya sebelum menentukan pendekatan terbaik.
3. Menyesuaikan Pencahayaan dan Warna dengan Karakter Model
Pencahayaan dan warna dalam foto bukan hanya elemen estetika, tetapi juga memiliki efek psikologis yang besar.
Studi oleh Gunawan (2021) menunjukkan bahwa warna memiliki dampak emosional yang signifikan dalam menciptakan atmosfer dalam foto.
• Warna hangat (merah, oranye) → Menampilkan semangat, energi, dan kehangatan.
• Warna dingin (biru, hijau) → Memberikan kesan tenang, introspektif, dan lebih formal.
• Hitam putih → Menghilangkan distraksi warna, menekankan ekspresi wajah, dan menampilkan kedalaman emosional yang lebih kuat.
Begitu pula dengan pencahayaan:
• Pencahayaan lembut dapat menciptakan kesan tenang dan lebih personal.
• Pencahayaan dramatis dengan kontras tinggi bisa memberikan kesan kuat dan intens.
Dengan memahami bagaimana warna dan cahaya bekerja bersama dengan karakter model, fotografer bisa menciptakan foto yang lebih kuat secara emosional.
Ketika Fotografer Mengenal Modelnya, Hasil Foto Menjadi Berbeda
Perbedaan antara fotografer yang hanya mengambil gambar dan fotografer yang benar-benar mengenal modelnya bisa terlihat jelas dalam hasil akhir.
Beberapa manfaat yang akan diperoleh jika fotografer mengenal modelnya lebih dalam:
• Ekspresi terlihat lebih natural, tanpa kesan dibuat-buat.
• Pose lebih nyaman, karena fotografer tahu cara mengarahkan model dengan tepat.
• Cerita dalam foto lebih terasa, karena koneksi emosional antara model dan kamera lebih kuat.
• Hasil akhir lebih autentik, mencerminkan karakter asli model, bukan hanya interpretasi dari fotografer.
Dalam dunia fotografi, sering kali bukan peralatan atau teknik yang membedakan antara foto yang biasa dan foto yang luar biasa—melainkan seberapa baik fotografer
memahami orang yang ada di depan lensanya.
Fotografi potret bukan sekadar menangkap gambar, tetapi menangkap kepribadian, emosi, dan ekspresi yang jujur dari seseorang.
Sebelum memotret seseorang, tanyakan pada diri sendiri:
“Apakah saya benar-benar mengenal model saya?”***
Oleh: Andika Rizki Hadiana Putra Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB