Bogordaily.net – Perjalanan akan terasa sangat ringan jika dilakukan bersama-sama. Tapi bagaimana dengan perjalanan yang dilakukan sendiri? Apakah terasa sangat sulit atau tidak menyenangkan? Terkadang, kita membutuhkan waktu sendiri untuk merasakan kebebasan tanpa ada gangguan dari orang lain.
Ternyata, perjalanan yang dilakukan sendiri itu tidak seburuk yang saya bayangkan. Beberapa waktu lalu, saya melakukan perjalanan liburan ke Bromo, Malang. Saat itu, saya sedang libur semester yang panjang, dan saya memutuskan untuk liburan. Perjalanan ini penuh dengan pengalaman baru.
Perjalanan saya dimulai dari Bogor, naik KRL ke Stasiun Pasar Senen, dan dari Pasar Senen, saya melanjutkan perjalanan menggunakan kereta keluar kota untuk pertama kalinya. Perjalanan sendirian dan pertama kali bingung? Tentu saja, tetapi ini menjadi pengalaman dan pelajaran berharga bagi saya.
Perjalanan yang awalnya saya pikir akan sangat membosankan karena harus duduk di kereta selama 13 jam tanpa teman ngobrol, ternyata menjadi pengalaman yang menyenangkan. Di kereta, saya bertemu dengan satu keluarga seorang bapak, ibu, dan anak perempuan mereka.
Dari awal, saya sudah memperhatikan mereka karena komunikasi mereka yang sangat akrab, terlihat seperti keluarga yang bahagia. Tak lama setelah saya duduk, keluarga tersebut duduk tepat di samping saya.
Berada di tengah-tengah keluarga yang bahagia, saya sempat merasa canggung dan berpikir mereka mungkin tidak akan memperdulikan saya atau merasa terganggu dengan keberadaan saya. Ternyata, semua itu tidak terjadi.
Mereka selalu menyertakan saya dalam obrolan mereka. Awalnya canggung, tetapi lama-kelamaan kami semakin dekat.
Saya pribadi cukup malas untuk berdiri, apalagi kalau duduk di pojok, jadi saya memilih untuk tidak membeli makanan atau pergi ke toilet. Saat itu, perut saya mulai lapar, tetapi saya malas berdiri.
Saya melihat ibu di sebelah saya pergi membeli makan. Awalnya, saya ingin ikut, tetapi rasa malas membuat saya tetap duduk. Tak lama kemudian, saya mencium bau mie yang sangat menggugah selera, dan untuk menghindari perasaan lapar, saya menutup mata dan pura-pura tidur.
Tiba-tiba, ibu di sebelah saya menawarkan pop mie ternyata dia tidak lupa akan saya. Dia bahkan membelikan saya makanan. Saya merasa terharu. Dia menawarkan semua makanan yang mereka bawa tanpa terkecuali.
Perjalanan saya yang awalnya saya kira akan sepi, ternyata diisi dengan orang-orang baik yang menganggap saya bagian dari mereka. Benar, orang baik selalu ada di sekitar kita.
Perjalanan panjang ini diisi dengan obrolan dan tawa keluarga yang bahagia, namun sayangnya, mereka harus turun lebih dulu karena tujuan mereka ke Solo. Setelah mereka turun, suasana terasa sangat sepi, karena saya benar-benar sendirian.
Menempuh perjalanan selama kurang lebih 13 jam terasa lelah, tetapi juga menyenangkan. Setelah sampai di tujuan, saya bertemu dengan teman-teman yang juga ingin melakukan trip ke Malang.
Setelah bertemu dengan teman-teman, kami melanjutkan perjalanan menuju Bromo. Kami menggunakan travel yang sudah termasuk transportasi dan jeep untuk menuju ke Bromo. Kami berangkat dari penginapan menuju Bromo, dan tiba di sana sekitar pukul 3 pagi.
Awalnya saya berpikir kami akan menuju ke area Pasir berbisik itu, namun saya sedikit bingung kenapa kami dibangunkan terlalu pagi. Saya masih berpikir positif, bahwa pasir-pasir itu pasti ada di puncak dan kami akan menaiki jeep ke sana.
Ternyata, saya terlalu positif berpikir. Kami malah disuruh mendaki dengan kondisi yang sangat dingin terutama karena kami memulai pendakian di pagi buta, dengan mata yang masih ngantuk.
Langkah demi langkah menuju puncak untuk melihat sunrise ternyata tidak semudah itu. Dengan semangat, kami mulai mendaki. Langkah pertama terasa ringan, langkah berikutnya mulai terasa berat, dan langkah ketiga semakin melelahkan.
Saya hampir menyerah dan ingin berhenti, tetapi teman-teman terus memberi semangat. Mau tak mau, saya harus terus melanjutkan dengan semangat meski tak sekuat sebelumnya.
Setengah perjalanan, ada satu teman saya yang sudah benar-benar lemas dan memutuskan untuk berhenti. Kami terus menyemangatinya, tetapi dia benar-benar tidak kuat.
Dia berhenti di tengah jalan, yang kebetulan sudah bisa melihat sunrise. Di tempat itu, banyak orang yang berhenti dan ada tempat makan. Beberapa teman saya memilih berhenti di sana, sementara saya melanjutkan perjalanan.
Ketika saya sedikit lagi mendekati puncak, matahari sudah mulai terbit. Teman saya menyadari jika kami terus berjalan ke puncak, mungkin kami tidak akan sempat menikmati sunrise. Jadi, kami mencari tempat yang masih bisa menikmati pemandangan matahari terbit.
Menikmati sunrise di tengah keramaian, dengan cuaca yang sejuk di atas puncak, ternyata sangat indah. Inilah yang dirasakan oleh para pendaki gunung. Keindahan dan ketenangan yang luar biasa. Kami menikmati pemandangan sambil ngobrol dan bercanda. Waktu terasa begitu berharga.
Waktu yang penuh kesenangan membuat hari terasa cepat berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi, dan kami memutuskan untuk turun menuju destinasi berikutnya. Perjalanan turun terasa sangat ringan dan cepat.
Setelah sampai di bawah, kami sudah dijemput oleh jeep yang akan membawa kami ke destinasi berikutnya. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju Pasir Berbisik. Satu jeep kami naiki dengan tujuh orang semuanya cukup sempit, tapi sangat seru.
Sampai di area pasir, saya merasa kagum karena pemandangannya lebih indah dari yang saya bayangkan, jauh melampaui ekspektasi saya. Waktu terus berlalu, kami menikmati bermain di sana, makan bersama, dan bercanda.
Hal-hal kecil yang membuat perjalanan ini menjadi kenangan yang tak akan pernah terlupakan. Waktu yang diisi dengan kebahagiaan selalu terasa cepat berlalu. Perjalanan seru ini harus diakhiri dengan meninggalkan Bromo dan sejuta keindahannya.***
Rifa Tuljanah
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB