Bogordaily.net – Isu mengenai kemungkinan Jakarta akan tenggelam semakin sering muncul dalam pemberitaan dan perbincangan publik. Banyak pihak, mulai dari ilmuwan hingga media, telah memperingatkan tentang potensi tenggelamnya Jakarta akibat kombinasi dari naiknya permukaan air laut dan penurunan tanah yang signifikan. Memang, ini bukan hanya sekadar prediksi, melainkan sebuah ancaman nyata yang memerlukan perhatian serius.
Namun, masih ada perdebatan mengenai seberapa cepat dan seberapa besar dampak dari fenomena ini. Beberapa pihak mungkin melihatnya sebagai isu yang dibesar-besarkan, sementara yang lain menilai itu sebagai masalah yang tidak bisa dianggap remeh. Bagaimanapun, ada urgensi untuk mulai mengatasi masalah ini dengan pendekatan yang holistik.
Banjir Jakarta Semakin Parah.
Banjir parah yang melanda Jakarta saat ini kembali menunjukkan betapa seriusnya masalah pengelolaan lingkungan dan infrastruktur kota. Setiap tahun, banjir semakin sering dan meluas, mengganggu kehidupan sehari-hari dan merugikan perekonomian.
Penyebab utamanya bukan hanya hujan lebat, tetapi juga buruknya penurunan permukaan tanah, dan konversi lahan yang mengurangi ruang resapan air.
Selain itu, Jakarta juga semakin rentan terhadap banjir rob akibat naiknya permukaan air laut. Salah satu wilayah yang terkena dampak banjir parah adalah Cengkareng Barat, Jakarta Barat.
Dikutip dari KOMPAS.com, warga setempat menilai bahwa banjir yang tengah terjadi saat ini adalah banjir yang paling parah dalam dua dekade terakhir.
Pengamatan di lokasi menunjukkan bahwa banjir di Jalan Jaya Raya masih berkisar antara 40 hingga 50 sentimeter, menjadi perhatian utama bagi warga yang terdampak
Isu Yang Beredar Mengenai Jakarta Yang Akan Tenggelam?
Isu mengenai Jakarta yang akan tenggelam semakin sering muncul di media dan diskusi publik dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa laporan ilmiah bahkan memperingatkan bahwa pada abad ini, beberapa wilayah Jakarta, khususnya yang berada di pesisir utara, bisa tenggelam akibat kombinasi dari penurunan tanah dan kenaikan permukaan air laut.
Tapi, seberapa besar ancaman ini bagi masa depan Jakarta? Apakah ini hanya sekadar isu
Sensasional atau Ancaman nyata yang Harus Dihadapi?
Namun, meskipun isu ini nyata, beberapa pihak berpendapat bahwa dampak yang dikhawatirkan masih bisa dihindari dengan langkah-langkah yang tepat.
Pemerintah Indonesia telah merencanakan beberapa proyek besar untuk mengurangi risiko ini, seperti pembangunan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dan program penghijauan kota.
Ini adalah langkah penting, tetapi masih perlu waktu dan komitmen yang besar agar hasilnya dapat terasa.
Di sisi lain, beberapa pihak mungkin melihat isu ini sebagai sesuatu yang dibesar-besarkan untuk menakut-nakuti masyarakat.
Mereka berpendapat bahwa meski ada ancaman, banyak faktor yang masih bisa diatasi dengan pengelolaan yang lebih baik, seperti perbaikan sistem drainase, pembatasan penggunaan air tanah, dan perencanaan kota yang lebih ramah lingkungan.
Solusi Tepat Untuk Jakarta
Jakarta yang terancam tenggelam menjadi isu yang semakin mendesak dalam beberapa tahun terakhir. Kombinasi antara penurunan tanah yang pesat dan kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim menjadikan ibu kota Indonesia ini sangat rentan terhadap bencana banjir dan rob.
Jika masalah ini tidak ditangani dengan serius, beberapa bagian Jakarta, khususnya yang ada di pesisir utara, diprediksi akan terendam air dalam beberapa dekade ke depan. Oleh karena itu, solusi yang komprehensif dan berkelanjutan sangat diperlukan untuk menghadapi ancaman ini.
Langkah yang harus diambil adalah memperbaiki pengelolaan air tanah. Jakarta sangat bergantung pada ekstraksi air tanah untuk kebutuhan sehari- hari, yang menyebabkan penurunan permukaan tanah yang signifikan.
Untuk itu, pembangunan infrastruktur penyediaan air bersih yang lebih efisien dan ramah lingkungan harus menjadi prioritas. Penggunaan air hujan dan teknologi daur ulang air dapat menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada air tanah.
Berbagai prediksi yang telah disampaikan seharusnya menjadi pemicu kesadaran kita semua terhadap potensi bencana yang semakin mendekat.
Langkah-langkah konkret perlu segera diambil untuk mengurangi dampak perubahan iklim, salah satunya dengan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meningkatkan penggunaan energi terbarukan yang bebas emisi.
Komitmen pemerintah dalam transisi dari energi fosil ke energi terbarukan yang ramah lingkungan harus semakin diperkuat. Berdasarkan data dari Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah lembaga advokasi dan kampanye energi, pemenuhan bauran energi terbarukan pada akhir 2020 masih mencapai 11,5 persen, jauh dari target akselerasi pembangunan energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.***
Faiz Baldan A.