Sunday, 11 May 2025
Home Blog Page 60

Menjelajah Negeri di Atas Awan, Pesona dan Keindahan Alam Dieng

0

Bogordaily.net – Setelah berbulan-bulan berkutat dengan tugas, ujian, dan begadang demi menyelesaikan laporan, akhirnya momen yang paling dinanti tiba, yakni libur semester. Ini adalah waktu yang sempurna bagi saya untuk mengistirahatkan pikiran yang sudah bekerja terlalu keras selama perkuliahan. Bukan sekadar bersantai di rumah, saya dan keluarga memutuskan untuk menghabiskan waktu liburan ini dengan berpetualang ke tempat yang selalu menarik perhatian kami, Dataran Tinggi Dieng, seolah menjelajah negeri di atas awan.

Dari awal perjalanan, rasa senang dan bersemangat sudah memenuhi hati saya. Jalanan berkelok dengan pemandangan hijau di kanan dan kiri semakin membangkitkan rasa antusias dalam diri saya.

Udara yang semakin sejuk saat kami mendekati Dieng membuat saya merasa seperti meninggalkan segala penat dan tekanan akademik. Ini bukan hanya sekadar liburan, tetapi juga kesempatan untuk merefresh pikiran, mengisi kembali energi, dan merasakan ketenangan yang sulit didapatkan saat sibuk dengan dunia perkuliahan.

Sesampainya di Dieng, udara dingin langsung menyambut kami. Rasanya segar dan menenangkan, berbeda jauh dari panas dan hiruk-pikuk kota.

Kabut tipis menyelimuti perbukitan saat sinar matahari menyapa Dieng, menghadirkan pemandangan bak negeri di atas awan. Udara dingin yang menembus tulang, membuat setiap tarikan napas terasa segar dan menenangkan.

Dari kejauhan, saya melihat cahaya jingga mulai menilik perlahan, mengusir malam dan memperlihatkan keindahan pegunungan yang memukau seperti sketsa kanvas. Suara gemerisik angin berpadu dengan bisikan para pendaki di belakang rombongan saya yang tak sabar menyaksikan matahari terbit dari Bukit Sikunir.

Cahaya yang mulai perlahan menyapu hamparan awan yang mengapung di lembah, menciptakan panorama yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Ini bukan sekadar “family trip” biasa, Dieng menawarkan pengalaman yang tak bisa ditolak, mengajak siapa pun yang datang untuk sejenak melupakan hiruk-pikuk dunia dan larut dalam keindahan alamnya.

Dieng, sebuah dataran tinggi yang terhampar di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara, Jawa Tengah, telah lama dikenal sebagai surga tersembunyi di Pulau Jawa.

Terletak di ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan laut, kawasan ini menawarkan udara sejuk sepanjang tahun, dengan suhu yang bisa turun drastis hingga titik beku saat musim kemarau.

Tak heran jika Dieng sering disebut sebagai “Negeri di Atas Awan”. Sebutan yang tidak hanya menggambarkan posisi geografisnya yang tinggi, tetapi juga pemandangan luar biasa yang membuat siapa pun serasa berdiri di atas hamparan awan.

Dieng bukan sekadar destinasi wisata alam. Di balik pemandangannya yang memukau, kawasan ini menyimpan sejarah panjang dan warisan budaya yang kaya.

Menurut masyarakat setempat saat saya menggali rasa penasaran saya, nama “Dieng” sendiri dipercaya berasal dari gabungan kata dalam bahasa Sansekerta, yaitu “Di” yang berarti tempat yang tinggi, dan “Hyang” yang berarti dewa atau surga.

Sesuai dengan namanya, Dieng memang dikenal sebagai kawasan suci sejak zaman kerajaan Hindu kuno, yang dibuktikan dengan keberadaan kompleks candi-candi berusia lebih dari seribu tahun.

Daya tarik utama Dieng tak hanya terletak pada keindahan panoramanya, tetapi juga pada fenomena alam unik yang sulit ditemukan di tempat lain. Salah satunya adalah Bukit Sikunir, destinasi favorit bagi para pencinta matahari terbit termasuk saya. Dari puncak bukit ini, saya dan keluarga bisa menyaksikan Golden Sunrise yang terkenal sebagai salah satu matahari terbit terbaik di Asia Tenggara.

Sementara itu, di sisi lain, saat kami mengunjungi Telaga Warna menampilkan keajaiban alam dengan airnya yang bisa berubah warna akibat kandungan sulfur dan mineral yang tinggi. Dieng juga memiliki fenomena geotermal yang menarik, seperti Kawah Sikidang, yang terkenal dengan kawahnya yang terus berpindah akibat aktivitas vulkanik di bawah tanah.

Saya sangat kagum dengan seluruh keindahan yang ada. Selain alam dan sejarah, budaya khas Dieng juga menjadi daya tarik tersendiri. Salah satu tradisi unik yang masih dilestarikan hingga kini adalah Ritual Pemotongan Rambut Gimbal, sebuah prosesi sakral yang dilakukan bagi anak-anak yang terlahir dengan rambut gimbal.

Konon, anak-anak ini dipercaya sebagai titisan leluhur yang memiliki hubungan erat dengan roh-roh penjaga Dieng. Ritual ini menjadi peristiwa penting bagi masyarakat setempat dan sering diadakan dalam sebuah festival tahunan yang menarik perhatian saya dan keluarga.

Dengan kombinasi keindahan alam, jejak sejarah, serta tradisi unik yang masih terjaga, Dieng bukan hanya tempat untuk berlibur, tetapi juga ruang bagi siapa pun yang ingin merasakan berbagai pengalaman seperti, spiritual, petualangan, dan kedekatan dengan alam.

Perjalanan ke Dieng selalu membawa cerita baru, seakan mengajak setiap pelancong untuk kembali dan menemukan pesona alam yang berbeda dengan alam yang lainnya.

Perjalanan ke Dieng tak akan lengkap tanpa menyaksikan matahari terbit dari puncak Bukit Sikunir, bukit ini salah satu spot terbaik menurut saya untuk menikmati Golden Sunrise. Dini hari, saya dan keluarga mulai mendaki jalur setapak yang menanjak, ditemani hembusan angin dingin yang menusuk hingga ke tulang.

Dengan langkah-langkah yang penuh semangat, perjalanan sekitar 30-45 menit menuju puncak terasa seperti mimpi bagi saya, setiap langkah yang terasa tidak semakin berat akan tetapi semakin menambah semangat yang ada dalam jiwa.

Saat langit mulai berubah warna dari gelap ke oranye keemasan, pemandangan di depan mata saya benar-benar memukau. Gugusan awan putih bergulung di bawah bukit, seolah menjadi lautan luas yang melingkupi lembah.

Di kejauhan, tampak siluet gunung-gunung megah seperti Gunung Sindoro, Sumbing, Merapi, hingga Merbabu tampak gagah berdiri. Momen ini begitu menakjubkan, seolah-olah saya sedang berada di negeri dongeng, di mana langit dan bumi menyatu dalam pandangan mata saya.

Banyak wisatawan yang memilih duduk diam, membiarkan mata mereka menikmati keindahan alam tanpa gangguan. Sama halnya seperti saya yang terpaku melihat suasana di depan mata saya.

Suasana di Bukit Sikunir tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga membawa ketenangan bagi saya. Ketika matahari akhirnya muncul dengan sempurna, warna-warna keemasan menyelimuti seluruh lembah Dieng, menciptakan pemandangan yang akan selalu dikenang.

Setelah menikmati sunrise, perjalanan kami di Dieng berlanjut ke salah satu peninggalan sejarah terpenting di kawasan ini, yaitu Kompleks Candi Arjuna. Ketika berlibur, saya dan keluarga menyukai hal-hal yang unik dan berbeda untuk kami pelajari lebih lanjut.

Seperti candi ini, berdiri megah di tengah hamparan rumput hijau, candi-candi Hindu ini telah berusia lebih dari seribu tahun dan diyakini sebagai salah satu tempat peribadatan Hindu tertua di Indonesia.

Begitu memasuki kompleks candi, saya seolah dibawa kembali ke masa lalu. Struktur bangunan yang kokoh, relief yang masih terlihat jelas, serta nuansa mistis yang menyelimuti area ini menciptakan suasana yang berbeda.

Kompleks ini terdiri dari beberapa candi, di antaranya Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Menurut saya sebagai pengunjung dari segi arsitektur, candi-candi di Dieng memiliki ciri khas yang berbeda dari candi-candi di Jawa lainnya.

Bentuknya sederhana dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan Candi Prambanan atau Borobudur. Namun, keberadaan candi-candi ini membuktikan bahwa Dieng pernah menjadi pusat keagamaan Hindu pada masa lalu.

Selain sebagai situs Sejarah menurut keterangan guide tour, Kompleks Candi Arjuna juga sering digunakan untuk berbagai ritual dan acara budaya, termasuk Ritual Pemotongan Rambut Gimbal yang menjadi salah satu tradisi unik masyarakat Dieng.

Berjalan di antara candi-candi kuno ini, saya bisa merasakan aura spiritual yang kuat, seolah tempat ini masih menyimpan kisah-kisah dari masa lampau yang belum sepenuhnya terungkap.

Keunikan Dieng tidak hanya terletak pada pemandangan yang indah atau situs sejarahnya yang berharga, tetapi juga pada fenomena geotermal yang bisa ditemui di Kawah Sikidang. Kawah ini merupakan salah satu destinasi yang menurut saya paling menarik di Dieng, berkat aktivitas vulkaniknya yang masih terus berlangsung hingga saat ini.

Begitu tiba di lokasi, saya dan keluarga disambut oleh pemandangan kawah yang terus mengeluarkan asap putih tebal. Bau belerang cukup menyengat, tetapi tidak mengurangi rasa penasaran untuk menjelajahi tempat ini.

Menurut saya, yang membuat Kawah Sikidang unik adalah letaknya yang relatif datar dan mudah diakses, berbeda dari kebanyakan kawah gunung berapi yang biasanya berada di puncak atau lereng curam.

Ketika rasa penasaran tersebut mencuat, saya kembali bertanya kepada guide tour mengenai nama sikidang. Nama “Sikidang” sendiri berasal dari legenda setempat yang mengisahkan seekor kijang yang melompat-lompat.

Hal ini dikaitkan dengan sifat kawah yang terus berpindah-pindah akibat aktivitas geothermal di dalamnya. Kawah ini tidak memiliki lokasi tetap, karena endapan belerang yang mengeras bisa pecah kapan saja, menciptakan lubang baru di area yang berbeda.

Selain menyaksikan fenomena alam ini, saya juga mencoba membeli oleh-oleh khas seperti telur belerang, telur yang direbus langsung di air panas alami kawah, rasanya aneh menurut lidah saya sebagai pengunjung yang baru saja merasakan telur ini. Tetapi saya tetap merasakan keunikannya.

Tak lengkap rasanya berkunjung ke Dieng tanpa mencicipi kuliner khasnya yang menggugah selera. Setelah seharian menjelajahi keindahan alam dan sejarahnya, berbagai makanan khas Dieng menggoda saya untuk mencicipinya. Salah satu kuliner yang wajib dicoba adalah Mie Ongklok, hidangan khas Wonosobo yang juga populer di Dieng.

Mie ini disajikan dengan kuah kental berbumbu rempah khas yang terbuat dari campuran tepung kanji, ebi, dan bawang putih. Disajikan bersama sate sapi dan tempe kemul, mie ongklok menjadi santapan untuk menghangatkan tubuh saya di tengah dinginnya udara pegunungan.

Selain itu, ada juga Tempe Kemul, unik sekali menurut saya, gorengan tempe dengan lapisan tepung yang lebih tebal dan renyah dibandingkan tempe goreng biasa. Camilan ini sering dijadikan teman minum teh atau kopi saat menikmati pemandangan Dieng di sore hari.

Dengan keanekaragaman kuliner yang khas, Dieng menurut saya tidak hanya menyuguhkan keindahan alam dan sejarah, tetapi juga pengalaman dan pengetahuan yang menakjubkan. Setiap hidangan di sini seolah menjadi pelengkap dari liburan semester saya kali ini.

Dieng bukan sekadar destinasi wisata, menurut saya Dieng adalah pengalaman yang membuka pengetahuan, perjalanan yang membekas dalam ingatan, dan keindahan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Dieng menurpakan negeri di atas awan.

Setiap sudutnya menyimpan pesona yang unik, dari matahari terbit yang magis di Bukit Sikunir, kompleks candi-candi tua yang penuh sejarah, kawah beruap yang terus hidup, hingga sajian kuliner khas yang menggugah selera.

Saat perjalanan ini berakhir, saya menyadari bahwa Dieng telah memberikan lebih dari sekadar pemandangan yang indah.

Ia menawarkan ketenangan, refleksi, dan kesempatan untuk benar-benar menyatu dengan alam dan jauh dari hiruk-pikuk perkotaan. Udara dinginnya yang menyegarkan, awan-awan yang bergulung di antara pegunungan, serta keramahan masyarakat lokal menciptakan suasana yang begitu berbeda dari hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari. Di sini, waktu seakan berjalan lebih lambat, memberi kesempatan untuk menikmati setiap momen tanpa terburu-buru.

Bagi siapa pun yang mencari tempat untuk melepas penat, menemukan inspirasi, atau sekadar menikmati keindahan alam, Dieng adalah tempat yang sangat saya rekomendasi.

Ia bukan hanya tempat wisata, tetapi juga sebuah perjalanan emosional mengajarkan kita untuk menghargai keindahan alam, merasakan kedamaian di antara pegunungan, dan membawa pulang energi baru untuk hari yang baru.

Jadi, kapan terakhir kali kamu memberikan hadiah untuk diri sendiri berupa perjalanan yang menenangkan? Jika tubuh dan pikiranmu mulai lelah dengan rutinitas, mungkin sudah saatnya melangkah ke Dieng. Datanglah, rasakan sendiri bagaimana negeri di atas awan ini membawamu ke dalam dunia yang lebih tenang, indah, dan tak terlupakan.***

Vansa Audia Frisaningrum
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

 

 

Clickbait vs Kredibilitas, Bagaimana Tantangan Etika dalam Jurnalisme Digital?

0

Bogordaily.net – Pada industri 4.0 ini, perkembangan teknologi dan internet telah mendorong pergeseran dari jurnalisme konvensional ke jurnalisme digital, di mana berita dapat diakses secara instan melalui berbagai platform digital.

Hal ini menyebabkan persaingan yang semakin ketat di antara media, karena mereka harus berlomba-lomba menarik perhatian pembaca dalam lautan informasi yang begitu luas.

Persaingan ini semakin diperparah dengan munculnya media sosial dan website berita yang mengubah cara masyarakat mengonsumsi informasi.

Jika dulu pembaca mengandalkan surat kabar atau televisi sebagai sumber berita utama, kini mereka lebih sering mendapatkan informasi melalui ponsel mereka dalam hitungan detik.

Akibatnya, media tidak hanya bersaing dengan sesama portal berita, tetapi juga dengan algoritma media sosial yang menentukan berita mana yang muncul di linimasa pengguna.

Untuk tetap relevan dan menarik audiens, banyak media digital mengadopsi berbagai strategi, salah satunya dengan penggunaan judul-judul yang bombastis atau sensasional.

Clickbait menjadi salah satu taktik yang banyak digunakan demi mendapatkan lebih banyak klik, meningkatkan lalu lintas pengunjung, dan pada akhirnya mendongkrak pendapatan iklan.

Sayangnya, fenomena ini menimbulkan berbagai dampak, di satu sisi, media perlu bertahan secara finansial, tetapi di sisi lain, mereka berisiko mengorbankan kredibilitas jurnalistik dan kualitas informasi yang disampaikan kepada publik.

Bagaimana media dapat bertahan dalam era digital tanpa harus mengorbankan kredibilitas? Ini menjadi pertanyaan utama yang perlu dijawab di tengah perkembangan jurnalisme digital yang semakin kompetitif.

Clickbait, atau “umpan klik”, adalah istilah yang merujuk pada konten web seperti berita, iklan, atau jasa yang dirancang untuk menarik perhatian dan mendorong pengunjung mengklik tautan ke halaman web tertentu.

Tujuan utamanya adalah meningkatkan lalu lintas pengunjung dengan memanfaatkan “kesenjangan keingintahuan” (curiosity gap), yaitu memberikan informasi yang cukup untuk membangkitkan rasa penasaran, tetapi tidak cukup untuk memuaskannya tanpa mengklik tautan tersebut.

Contoh clickbait dalam media sosial seperti, judul sensasional dan menarik, penggunaan kalimat tanya yang memancing rasa penasaran audiens, kata penunjuk dan interjeksi seperti “inilah, ini dia, wow, astaga!” dan juga bait dan switch yakni menjanjikan sesuatu yang menarik, tetapi isi konten tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Penggunaan clickbait sering kali menimbulkan kekecewaan bagi pembaca karena konten yang disajikan tidak sesuai dengan ekspektasi yang dibangun oleh judul. Meskipun efektif dalam meningkatkan jumlah klik, praktik ini dapat merugikan kredibilitas media dan menurunkan kualitas informasi yang disampaikan.

Akibatnya, kepercayaan publik terhadap media tersebut menurun, karena pembaca merasa tertipu oleh judul yang menyesatkan. Selain itu, penggunaan clickbait yang berlebihan dapat menyebabkan pembaca meninggalkan artikel karena ekspektasi yang tidak terpenuhi.

Ini menunjukkan bahwa meskipun clickbait dapat menarik perhatian awal, dalam jangka panjang, praktik ini dapat merugikan loyalitas pembaca dan reputasi media.

Dari perspektif etika jurnalistik, clickbait menimbulkan dilema antara kebutuhan untuk menarik pembaca dan kewajiban untuk menyajikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan.

Kode etik jurnalistik menuntut media untuk menghindari penyajian informasi yang dapat menyesatkan atau memanipulasi pembaca. Namun, tekanan ekonomi dan persaingan dalam industri media digital sering kali mendorong praktik clickbait, yang pada akhirnya dapat merusak integritas jurnalistik.

Dalam beberapa tahun terakhir, kepercayaan publik terhadap media mengalami penurunan yang signifikan. Fenomena ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks dan saling terkait.

Maraknya informasi yang tidak akurat atau menyesatkan, baik yang disebarkan secara sengaja maupun tidak, telah membuat publik semakin skeptis terhadap media. Hal ini diperburuk dengan cepatnya arus informasi di era digital, di mana berita palsu dapat menyebar luas sebelum diverifikasi.

Kemudian, tekanan untuk menghasilkan keuntungan di tengah persaingan dengan platform digital lainnya membuat beberapa media mengorbankan kualitas jurnalistik demi klik dan pendapatan iklan.

Praktik seperti clickbait dan sensasionalisme menjadi umum, yang pada akhirnya merusak kredibilitas media. Clickbait sering kali mengedepankan judul-judul yang sensasional dan provokatif untuk menarik perhatian pembaca, namun sering kali mengabaikan akurasi dan relevansi isi berita.

Hal ini menyebabkan penurunan kualitas konten jurnalistik, di mana informasi yang disajikan tidak memenuhi standar keakuratan dan kedalaman yang seharusnya. Selain itu, praktik ini juga berpotensi melanggar kode etik jurnalistik yang menuntut penyampaian informasi secara benar dan akurat.

Menurut penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Riset Mahasiswa Dakwah dan Komunikasi, penggunaan clickbait dengan judul provokatif atau sensasional sering kali mengesampingkan kualitas dan keakuratan isi berita, yang pada akhirnya dapat merusak kredibilitas media tersebut.

Publik semakin menyadari praktik clickbait yang dilakukan oleh berbagai media, yang mengakibatkan meningkatnya skeptisisme terhadap kredibilitas informasi yang disajikan. Pembaca merasa tertipu ketika judul yang menarik tidak sesuai dengan isi berita, yang pada gilirannya menurunkan kepercayaan mereka terhadap media tersebut.

Penelitian yang dipublikasikan di Avant Garde: Jurnal Ilmu Komunikasi menunjukkan bahwa berita clickbait dapat menurunkan kepercayaan terhadap media, karena pembaca merasa bahwa informasi yang disajikan tidak sesuai dengan judul yang ditampilkan.

Tantangan Etika dalam Jurnalisme Digital
1. Kode Etik Jurnalistik vs. Praktik Bisnis Media Digital, kode etik jurnalistik menekankan pentingnya akurasi, objektivitas, dan integritas dalam penyajian berita.

Namun, dalam praktiknya, media digital sering kali terjebak dalam tekanan untuk meningkatkan lalu lintas dan pendapatan.

Hal ini dapat mendorong praktik-praktik yang tidak sejalan dengan kode etik, seperti penyebaran informasi yang belum terverifikasi atau penggunaan judul sensasional.

Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa tantangan utama jurnalisme digital adalah memberikan informasi yang tepat, akurat, berkualitas, dan dapat dipercaya kepada penonton.

2. Tanggung Jawab Media dalam Menyajikan Informasi yang Akurat dan Berimbang, media memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi yang akurat dan berimbang kepada publik.

Penelitian menunjukkan bahwa jurnalis di era digital menghadapi tantangan dalam menjaga integritas dan akurasi informasi di tengah kecepatan penyebaran konten viral yang tidak terverifikasi.

3. Dilema antara Mempertahankan Kredibilitas dan Mendapatkan Keuntungan Finansial, Media sering kali dihadapkan pada dilema antara mempertahankan kredibilitas jurnalistik dan mengejar keuntungan finansial.

Penelitian menunjukkan bahwa clickbait dapat memengaruhi dinamika kompetitif dalam industri media dengan mendorong persaingan untuk menarik perhatian pembaca, kadang-kadang tanpa memperhatikan keakuratan atau substansi isinya.

4. Peran Media Sosial dan Algoritma dalam Mendorong Penggunaan Clickbait, Algoritma media sosial dirancang untuk menampilkan konten yang paling relevan dan menarik bagi setiap pengguna, berdasarkan interaksi sebelumnya. Hal ini mendorong media untuk membuat konten yang lebih sensasional agar lebih sering muncul di feed pengguna.

Solusi dan Rekomendasi yang Dapat Diterapkan
1. Menyeimbangkan antara Menarik Perhatian Pembaca dan Menjaga Integritas Berita, media harus fokus pada penyajian konten yang informatif, akurat, dan relevan, sambil tetap mempertimbangkan aspek menarik bagi pembaca.

Penggunaan judul yang menarik tidak harus mengorbankan keakuratan informasi. Misalnya, judul dapat dirancang untuk menarik perhatian tanpa menyesatkan, dengan memastikan bahwa isi artikel sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh judul.

2. Regulasi dan Kebijakan Redaksi terhadap Clickbait, penerapan kebijakan internal yang ketat mengenai penggunaan clickbait sangat penting. Redaksi harus menetapkan pedoman yang memastikan bahwa judul dan konten tidak menyesatkan pembaca.

Selain itu, pelatihan bagi jurnalis dan editor mengenai etika jurnalistik dalam era digital dapat membantu mengurangi ketergantungan pada praktik clickbait.

Menurut sebuah artikel di Kompasiana, penting bagi media untuk mempertimbangkan etika dalam penggunaan clickbait dan memastikan bahwa judul yang digunakan tidak menyesatkan pembaca.

3. Peran Literasi Media dalam Meningkatkan Kesadaran Publik terhadap Clickbait, meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat dapat membantu pembaca mengenali dan menghindari clickbait.

Edukasi mengenai cara mengidentifikasi judul yang menyesatkan dan pentingnya mencari sumber informasi yang kredibel dapat mengurangi dampak negatif clickbait.

4. Alternatif Model Bisnis untuk Jurnalisme Digital yang Berfokus pada Kualitas daripada Kuantitas Klik, ketergantungan pada pendapatan iklan berbasis jumlah klik seringkali mendorong media untuk menggunakan clickbait.

Oleh karena itu, mencari model bisnis alternatif yang menekankan pada kualitas konten menjadi penting. Contohnya seperti langganan berbayar.

Penggunaan clickbait dalam jurnalisme digital telah menimbulkan perdebatan signifikan terkait dampaknya terhadap kredibilitas media dan tantangan etika yang muncul.

Clickbait, yang ditandai dengan judul sensasional yang sering kali tidak sesuai dengan isi berita, digunakan untuk meningkatkan jumlah klik dan pendapatan iklan.

Namun, praktik ini dapat menurunkan kualitas konten dan mengurangi kepuasan pembaca. Akibatnya, kepercayaan publik terhadap media tersebut menurun, karena pembaca merasa tertipu oleh judul yang menyesatkan.

Menjaga standar etika dalam jurnalisme digital adalah hal yang krusial untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan akurat, berimbang, dan tidak menyesatkan.

Kode etik jurnalistik menuntut media untuk menghindari penyajian informasi yang dapat menyesatkan atau memanipulasi pembaca.

Namun, tekanan ekonomi dan persaingan dalam industri media digital sering kali mendorong praktik clickbait, yang pada akhirnya dapat merusak integritas jurnalistik. Diperlukan kesadaran kolektif dari media, jurnalis, dan pembaca untuk mengatasi dampak negatif clickbait.

Media dan jurnalis harus berkomitmen pada praktik jurnalistik yang etis dengan mengutamakan akurasi dan integritas dalam penyajian berita. Sementara itu, pembaca diharapkan lebih kritis dalam mengonsumsi informasi, tidak hanya terpaku pada judul, tetapi juga menelaah isi berita secara menyeluruh. Dengan demikian, ekosistem informasi yang sehat dan tepercaya dapat terwujud dalam era digital ini.***

Vansa Audia Frisaningrum

Dari Kelangkaan ke Kepanikan, Mengapa Gas LPG 3 KG Selalu Bermasalah?

0

Bogordaily.net – Gas LPG sangat lekat kehadirannya di lingkungan masyarakat luas. Hal ini dikarenakan LPG merupakan salah satu kebutuhan pokok yang paling banyak dicari dan digunakan dalam kehidupan masyarakat. Bagaimana tidak, sejatinya LPG memainkan peran yang cukup penting dalam masyarakat, karena gas minyak cair ini digunakan sebagai bahan bakar ketika memasak.

Akhir-akhir ini, pada awal bulan Februari 2025, Indonesia kembali mengalami kelangkaan gas LPG.

Kelangkaan LPG 3 kg di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh faktor teknis dalam distribusi, tetapi juga merupakan konsekuensi dari kebijakan subsidi yang tidak tepat sasaran, permainan pasar, serta lemahnya pengawasan pemerintah.

Setiap kali terjadi kelangkaan, masyarakat kecil yang paling bergantung pada LPG bersubsidi menjadi korban, sementara solusi yang ditawarkan pemerintah sering kali tidak menyelesaikan akar masalah.

Oleh karena itu, perlu adanya reformasi dalam sistem distribusi dan pengawasan LPG 3 kg agar subsidi benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak.

Sistem distribusi LPG 3 kg masih jauh dari ideal. Kebijakan baru yakni pelarangan penjualan eceran guna merapikan subsidi agar tepat sasaran menambah persoalan baru mengenai pendistribusi gas LPG.

Aturan Baru bagi pengecer sejalan dengan kebijakan harga, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa mulai 1 Februari 2025, LPG 3 kg hanya dapat dibeli di pangkalan resmi yang terdaftar di Pertamina.

Langkah ini dilakukan untuk memastikan harga yang sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Akan tetapi, banyak kasus di mana stok yang tersedia di pangkalan tidak mencukupi permintaan masyarakat. Kebijakan distribusi berbasis subsidi tepat sasaran sering kali tidak berjalan efektif karena kurangnya mekanisme pengawasan yang ketat.

Akibatnya, banyak LPG bersubsidi yang jatuh ke tangan mereka yang tidak berhak, sementara masyarakat kecil kesulitan mendapatkannya. Selain distribusi yang bermasalah, banyak oknum yang memanfaatkan situasi ini untuk keuntungan pribadi.

Pengecer sering menimbun stok dan menjualnya dengan harga jauh di atas harga eceran tertinggi (HET). Hal ini semakin memperparah kelangkaan dan membebani masyarakat kecil yang seharusnya mendapatkan LPG dengan harga yang terjangkau.

Pemerintah telah mencoba menerapkan berbagai kebijakan untuk mengatasi masalah ini, seperti peluang bagi pengecer yang ingin tetap berjualan agar mereka menjadi agen resmi dengan mendaftarkan diri melalui sistem One Single Submission (OSS).

Pemerintah juga memberikan masa transisi selama satu bulan hingga Maret 2025 untuk mengubah status pengecer menjadi pangkalan resmi.

Namun, implementasi kebijakan ini masih menghadapi banyak kendala, terutama di daerah terpencil yang tidak memiliki infrastruktur pendukung. Selain itu, kuota distribusi di beberapa daerah sering kali tidak mencerminkan kebutuhan riil masyarakat, sehingga stok cepat habis dan menimbulkan kepanikan.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, menegaskan bahwa saat ini tidak ada kenaikan harga LPG 3 Kg di pangkalan resmi.

Harga yang berlaku masih mengikuti HET yang ditetapkan oleh masing-masing pemerintah daerah. Jika ditemukan harga lebih mahal, besar kemungkinan LPG tersebut dibeli dari pengecer yang tidak terdaftar.

Selain harga yang lebih stabil, membeli di pangkalan resmi juga memberikan jaminan mutu dan kualitas LPG, termasuk kepastian berat isi tabung sesuai standar.

Saat ini, terdapat 259.226 pangkalan resmi Pertamina yang tersebar di seluruh Indonesia, dan pemerintah terus memperluas cakupan pangkalan agar masyarakat lebih mudah mendapatkan LPG bersubsidi.

Kelangkaan LPG 3 kg akibat belum meratanya distribusi dan ulah beberapa oknum tidak bertanggung jawab berdampak besar bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah.

Ketika harga naik dan tidak sesuai dengan HET atau stok sulit didapat, mereka terpaksa beralih ke alternatif energi yang lebih mahal atau mengurangi konsumsi, yang pada akhirnya berdampak pada ekonomi rumah tangga dan usaha mereka.

Menanggapi situasi yang kisruh, pemerintah mengambil langkah cepat dalam menangani persoalan LPG ini. Terlihat, pada tanggal 4 Februari 2025 pemerintah bergerak cepat dengan menaikkan status sekitar 375 ribu pengecer menjadi sub-pangkalan per 4 Februari 2025. Langkah ini diharapkan dapat memastikan distribusi LPG 3 kg lebih tepat sasaran dan harga tetap terjangkau.

Namun, masyarakat kini diwajibkan membawa KTP saat membeli LPG 3 kg untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Terdapat pro dan kontra dengan kebijakan ini, di sisi pro kebijakan diwajibkannya membawa KTP saat membeli LPG membuat distribusi tepat sasaran yakni pemerintah dapat memastikan bahwa LPG 3 kg benar-benar digunakan oleh masyarakat miskin dan UMKM yang berhak menerima subsidi.

Kedua, mencegah penyalahgunaan. Dengan adanya kebijakan ini, dapat mengurangi oknum-oknum yang membeli LPG bersubsidi dalam jumlah besar untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi. Ketiga, data lebih transparan dan mudah untuk dirinci lebih lanjut.

Pemerintah dapat mengumpulkan data pembelian LPG 3 kg yang lebih akurat, sehingga memudahkan perencanaan subsidi kedepannya. Keempat, meningkatkan efisiensi anggaran, dengan subsidi yang lebih terarah, anggaran negara bisa lebih efektif digunakan untuk membantu kelompok yang benar-benar membutuhkan.

Di lain sisi, terdapat juga kontra yang membersamainya. Pertama, kebijakan dinilai terlalu sistematis dan merepotkan masyarakat. Tidak semua warga membawa KTP setiap saat, sehingga mereka mungkin kesulitan ketika hendak membeli LPG 3 kg secara mendadak.

Kedua, potensi kendala teknis yang kapan saja dan dimana saja dapat terjadi. Sistem pencatatan dan verifikasi KTP di pangkalan atau sub-pangkalan mungkin belum siap, sehingga bisa memperlambat proses pembelian. Tidak semua warga memiliki identitas (KTP).

Beberapa kelompok, seperti lansia, warga tanpa dokumen kependudukan, atau masyarakat adat tertentu, bisa kesulitan mengakses LPG bersubsidi. Yang terakhir, kemungkinan penyalahgunaan data. Ada risiko kebocoran atau penyalahgunaan data pribadi jika mekanisme pencatatan KTP tidak memiliki perlindungan yang memadai.

Meskipun kebijakan ini bertujuan baik untuk memastikan subsidi LPG 3 kg tepat sasaran, pemerintah perlu memastikan kesiapan sistem, perlindungan data, serta kemudahan akses bagi masyarakat agar kebijakan ini tidak justru menambah beban mereka.

Masalah kelangkaan LPG 3 kg adalah persoalan yang kompleks dan memerlukan solusi menyeluruh dari berbagai pihak. Kebijakan baru yang mewajibkan penggunaan KTP saat pembelian bertujuan untuk menyalurkan subsidi secara tepat sasaran dan mencegah penyalahgunaan.

Namun, implementasi yang kurang matang telah menimbulkan kebingungan dan kesulitan bagi masyarakat, terutama dalam mengakses gas LPG yang menjadi kebutuhan sehari-hari.

Pemerintah harus memperkuat pengawasan distribusi agar fleksible, memberikan sanksi tegas bagi pelaku penyelewengan, serta memberikan sosialisasi yang lebih jelas agar kebijakan ini dapat berjalan efektif tanpa memberatkan masyarakat, serta memastikan kebijakan yang diterapkan benar-benar berjalan dengan efektif.

Tanpa langkah konkret dan sistematis, kelangkaan ini akan terus berulang dan semakin memperburuk kondisi masyarakat kecil. Oleh karena itu, reformasi dalam kebijakan dan distribusi LPG 3 kg harus segera dilakukan demi keadilan dan kesejahteraan masyarakat yang berhak menerima subsidi.***

 

Vansa Audia Frisaningrum
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

 

 

Perjalanan Belajar Sampai ke Cipta Gelar

0

Bogordaily.net – Perjalanan ini bermula di pertengahan semester tiga, ketika saya diajak oleh teman-teman, Zaki, Rezi, Fadhil, Fayas, Awan, Umar, dan Zesar untuk mengunjungi sebuah tempat yang, saat itu, masih asing bagi saya. Setiap kali bertanya ke mana tujuan kami, jawabannya selalu sama, “Belajar.” Namun, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang akan kami pelajari di sana.

Kami berangkat menggunakan empat sepeda motor, masing-masing berboncengan dua orang. Perjalanan diawali dengan suasana yang menyenangkan, jalanan masih mulus, angin bertiup sejuk, dan obrolan ringan terus mengalir di antara kami.

Saat memasuki waktu Dzuhur, kami memutuskan untuk berhenti sejenak, menunaikan sholat, serta beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

Namun, tak lama setelah kembali melaju, kami menyadari bahwa arah yang kami ambil ternyata salah. Bukannya menuju Sukabumi, kami justru berbelok ke arah Banten. Rasa lelah mulai terasa, tetapi anehnya tidak ada yang mengeluh. Justru gelak tawa yang mendominasi, seolah kesalahan ini adalah bagian dari perjalanan yang harus dinikmati. Setelah memastikan kembali jalur yang benar, kami pun kembali melanjutkan perjalanan.

Tantangan baru segera muncul begitu kami semakin dekat dengan tujuan. Jalanan yang sebelumnya mulus kini berubah menjadi medan berbatu yang curam. Permukaan jalan yang tidak rata menyulitkan laju kendaraan kami. Kami hanya bisa berharap jalanan akan membaik di depan, tetapi harapan itu hanyalah harapan.

Setelah beberapa jam berkendara di jalur berbatu, kecelakaan pertama pun terjadi. Rezi dan Umar kehilangan keseimbangan, motor mereka oleng lalu terjatuh. Bukannya panik, kami justru tertawa. Tidak lama kemudian, Zaki dan Zesar mengalami hal serupa. Lagi-lagi, tawa yang mengiringi peristiwa itu.

Entah karena lelah atau karena tak ada pilihan lain, kami hanya bisa saling menghibur satu sama lain. Sore mulai menjelang, tubuh semakin lelah, dan kini muncul kendala baru. Motor Zesar mulai bermasalah. Suaranya terdengar berat, seakan memprotes perjalanan panjang yang telah kami tempuh.

Kami pun beberapa kali berhenti, memberikan waktu bagi kendaraan untuk ‘beristirahat’. Di sela waktu tersebut, kami menyadari bahwa pemandangan di sekitar begitu luar biasa. Pegunungan menjulang tinggi, udara begitu segar, dan suasana yang tenang jauh dari hiruk-pikuk kota.

Namun, satu pertanyaan masih mengganjal dalam benak saya, ke mana sebenarnya kami pergi? Dan apa yang akan kami pelajari di sana? Langit mulai gelap ketika kami masih berada di jalan.

Penerangan minim, hanya suara mesin kendaraan dan percakapan ringan yang menemani perjalanan kami. Setelah hampir dua belas jam berkendara, akhirnya kami tiba di tujuan, Kesepuhan Ciptagelar.

Sesampainya di sana, saya segera menyadari bahwa tempat ini bukanlah desa biasa. Kesan tradisional begitu terasa. Rumah-rumah adat berdiri kokoh, dan suasana yang tenang memberikan nuansa seolah kami telah kembali ke masa lalu.

Lebih mengejutkan lagi, begitu tiba, warga setempat menyambut kami dengan hangat. Tanpa ragu, mereka langsung menawarkan makanan dan tempat untuk beristirahat.

Selesai menikmati hidangan, kami berbincang dengan orang sekitar. Mereka mulai menceritakan sejarah desa, perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat lain, hingga sebuah fakta yang membuat saya takjub, Ciptagelar memiliki sistem penyimpanan padi yang memungkinkan mereka memiliki stok pangan hingga puluhan tahun ke depan. Mendengar hal itu, saya tergerak untuk memahami lebih dalam bagaimana sistem ini bekerja.

Hingga kini, masyarakat Ciptagelar tetap mempertahankan sistem pertanian tradisional. Mereka hanya melakukan panen satu kali dalam setahun agar tanah dapat beristirahat dan tetap subur.

Padi yang telah dipanen tidak langsung dikonsumsi, melainkan disimpan di dalam leuit, lumbung padi tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun. Setiap rumah memiliki tiga leuit, dan ada satu bank leuit, tempat seluruh warga menyimpan padi mereka secara kolektif.

Namun, yang paling menarik adalah aturan yang mereka pegang teguh, beras di Ciptagelar tidak diperjualbelikan.

Bagi mereka, beras adalah simbol kehidupan. Memperjualbelikannya dianggap sama dengan memperdagangkan kehidupan. Sebagai gantinya, jika ada warga yang membutuhkan, mereka dapat mengambil padi secara sukarela dari lumbung yang tersedia.

Saya terdiam sejenak. Dalam era modern seperti sekarang, di mana segala sesuatu memiliki nilai ekonomi, prinsip yang dipegang oleh masyarakat Ciptagelar terasa begitu dalam.

Malam semakin larut, dan rasa lelah mulai menguasai tubuh. Teman-teman masih terus berbincang, tetapi saya memilih untuk tidur lebih dahulu. Keesokan harinya, saya terbangun bukan karena alarm, melainkan oleh udara pagi yang begitu dingin.

Saya telah mengenakan jaket dan selimut tebal, tetapi tetap saja udara dingin menusuk hingga ke tulang. Karena sudah terlanjur bangun, saya dan Umar memutuskan untuk melaksanakan sholat Subuh lebih dahulu.

Setelahnya, saya, Umar, dan Rezi berkeliling di sekitar Ciptagelar. Suasana pagi di tempat ini begitu menenangkan. Matahari perlahan muncul dari balik perbukitan, udara segar terasa di setiap tarikan napas, dan warga setempat sudah mulai beraktivitas di kebun mereka.

Semakin lama saya mengamati, semakin saya merasa bahwa hidup di sini memiliki ketenangan yang jarang ditemukan di kota.

Tak lama kemudian, teman-teman lain mulai bangun, dan kami pun kembali mengeksplorasi berbagai sudut desa. Setelah puas berjalan-jalan, kami kembali ke tempat kami menginap untuk

bersiap pulang. Sebelum berangkat, warga Ciptagelar kembali menawarkan makanan. Keramahan warga Ciptagelar benar-benar meninggalkan kesan bagi kami.

Setelah menikmati hidangan terakhir di desa ini, kami berpamitan dan mengucapkan terima kasih atas segala kebaikan yang telah mereka berikan.

Perjalanan pulang pun dimulai. Namun, baru beberapa menit turun dari Ciptagelar, insiden kembali terjadi. Kali ini, saya sendiri yang terjatuh dari motor.

Dan yang mengendarai motor? Yap, Zesar. Tidak ada yang bisa kami lakukan selain tertawa bersama.

Meskipun perjalanan ini penuh dengan tantangan, kesalahan arah, jalan berbatu, kendaraan mogok, dan beberapa kali terjatuh dari motor, saya sadar bahwa pengalaman ini lebih dari sekadar perjalanan biasa.

Saya tidak hanya mendapatkan pengalaman baru, tetapi juga pelajaran hidup, dalam perjalanan, kita akan menghadapi kesulitan, kehilangan arah, atau bahkan terjatuh. Namun, selama kita terus melangkah, pada akhirnya kita akan sampai ke tujuan.***

Nurwahyudin

Nada, Gambar, Gerak Cara Lain dalam Menyampaikan Pesan

0

Bogordaily.net – Komunikasi adalah bagian penting dari kehidupan manusia. Bukan hanya soal berbicara atau menulis, tapi juga bagaimana kita menyampaikan pesan melalui nada suara, ekspresi wajah, gerakan tubuh. Bahkan media seperti gambar, musik, dan film.
Setiap cara memiliki keunikannya sendiri dalam menyampaikan pesan.

Nada dapat mengubah arti sebuah kalimat, gambar dapat berbicara tanpa kata, dan gerakan tubuh sering kali lebih jujur daripada ucapan. Artikel ini akan membahas bentuk komuikasi non-verbal serta bagaimana hal tesebut mempengaruhi cara kita berinteraksi.

Nada dalam Musik Sebagai Bahasa Universal
Musik adalah bahasa tanpa kata yang mampu menyentuh emosi manusia secara mendalam. Melalui nada, ritme, dan melodi, musik dapat menyampaikan perasaan bahagia, sedih, haru, atau bahkan ketegangan tanpa perlu satu pun kata terucap. Musik memiliki kekuatan untuk memperkuat suasana hati, dan bahkan menghubungkan orang-orang dari latar belakang yang berbeda.

Berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa musik memengaruhi otak dan emosi manusia. Dikuti dari jurnal “Pengaruh Musik terhadap Emosi” oleh Amelia dan Aryaneta (2022) mendengarkan musik dapat memengaruhi suasana hati seseorang karena musik merupakan stimulus besar bagi otak yang memengaruhi aspek kognitif dan emosional . Ini menjelaskan bahwa musik bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat komunikasi emosional yang kuat.

Di berbagai budaya, musik telah lama digunakan sebagai sarana komunikasi dan penyampaian pesan sosial. Dalam masyarakat tradisional, lagu-lagu rakyat sering kali berisi kisah sejarah, nilai- nilai moral, atau pesan kebersamaan yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Musik juga memainkan peran penting dalam gerakan sosial, seperti lagu-lagu perjuangan yang membangkitkan semangat nasionalisme atau lagu-lagu protes yang menjadi suara bagi aspirasi rakyat. Ini menjelaskan bahwa musik tidak hanya bersifat estetis, tetapi juga memiliki peran dalam perubahan sosial.

Visual dan Ekspresi Tubuh dalam Film Untuk Menyampaikan Pesan Tanpa Dialog
Film adalah seni bercerita yang tidak selalu bergantung pada dialog untuk menyampaikan pesan. Sebagai media visual, film mampu mengomunikasikan emosi, konflik, dan makna melalui ekspresi tubuh, gerakan, warna, pencahayaan, serta komposisi gambar.

Dalam banyak adegan, tatapan mata, gestur, atau perubahan raut wajah karakter bisa menggambarkan perasaan atau situasi tertentu. Dikutip dari jurnal “Komunikasi Verbal dan Nonverbal pada Film Kartun Shaun The Sheep Movie” oleh Sari dan Sari (2020).

Komunikasi nonverbal dalam film dapat mencakup gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan elemen visual lainnya yang berperan signifikan dalam membangun narasi . Ini menjelaskan bahwa bahasa tubuh dan elemen visual dalam film memiliki peran signifikan dalam membangun narasi.

Penggunaan warna dalam film juga berperan besar dalam membentuk emosi penonton. Warna merah sering dikaitkan dengan gairah atau bahaya, biru menciptakan kesan tenang atau melankolis, sementara kuning bisa menghadirkan suasana hangat atau gelisah.

Pencahayaan yang redup dengan bayangan tajam dapat memperkuat ketegangan, sedangkan pencahayaan lembut sering digunakan dalam adegan romantis untuk membangun rasa keintiman. Ini menjelaskan bagaimana unsur visual dalam film berkontribusi terhadap pengalaman emosional penonton.

Selain itu, komposisi gambar dan sudut kamera juga menentukan bagaimana sebuah cerita disampaikan. Sudut pengambilan gambar dari bawah dapat membuat karakter terlihat dominan dan berwibawa, sementara pengambilan gambar dari atas bisa memberikan kesan rapuh atau lemah.

Gerakan kamera yang lambat dapat menciptakan suasana mendalam dan dramatis, sedangkan pemotongan cepat dalam adegan aksi membangun ketegangan dan adrenalin. Ini menjelaskan bagaimana teknik sinematografi dapat memperkuat narasi tanpa bergantung pada dialog.

Dengan perpaduan elemen visual ini, film mampu berbicara tanpa kata-kata, menghadirkan kisah yang tetap kuat dan emosional meski tanpa dialog. Inilah yang menjadikan sinema sebagai bahasa universal yang dapat dipahami oleh siapa saja, terlepas dari latar belakang budaya atau bahasa mereka.

Komunikasi bukan hanya soal kata-kata, tetapi juga bagaimana pesan dan perasaan dapat disampaikan melalui cara lain. Musik, dengan nada dan ritmenya, mampu membangkitkan emosi tanpa perlu lirik.

Begitu juga dengan film, yang melalui ekspresi tubuh, warna, pencahayaan, dan sudut kamera, dapat mengisahkan sesuatu tanpa harus mengandalkan dialog. Hal ini menunjukkan bahwa elemen-elemen non-verbal dapat menjadi alat komunikasi yang sama kuatnya dengan bahasa lisan.***

Nurwahyudin
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Sekolah Vokasi IPB University

Berkat Program Klasterkuhidupku BRI, Klaster Usaha Tenun Ulos Ini Sukses Bangkit dan Berdayakan Kaum Wanita

0

Bogordaily.net – Perempuan kini memegang peran yang penting dalam membangun perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan sosial di Indonesia.

Seiring kemajuan zaman, perempuan kini memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkembang dan berkontribusi, tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga untuk keluarga dan lingkungan sekitar.

Kesadaran inilah yang kemudian mendorong Ketua Klaster Usaha Rumah Ulos Marlinda Yanti Panggabean untuk mengambil langkah besar. Ia tak hanya ingin mengubah nasibnya sendiri, tetapi juga memberdayakan perempuan lain di sekitarnya agar lebih mandiri dan sejahtera.

Tinggal di Desa Lumban, Kec.Siatas Barita, Tapanuli Utara, Prov. Sumatera Utara, Marlinda Yanti Panggabean harus menjalani hidup dengan penuh keterbatasan akibat penghasilan yang minim.

Bersama ibunya, ia menggantungkan hidup dari menenun kain ulos setiap hari. Namun, menjual hasil tenunan yang dikerjakan berhari-hari bahkan berminggu-minggu ke pengepul ternyata tak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Kondisi ini membuat Marlinda tidak tinggal diam. Ia mulai mencari cara agar bisa mendapatkan penghasilan yang lebih layak. Hingga akhirnya, ia menemukan peluang baru melalui dunia digital.

“Saya mulai berpikir bagaimana cara meningkatkan pemasukan, hingga akhirnya saya mencoba menjelajahi platform penjualan online. Dari situ, saya menyadari bahwa kain tenun yang biasa kami buat memiliki potensi dan nilai jual yang lebih tinggi. Saat itu, saya pun memutuskan untuk berhenti menjual kain tenun ke pengepul dan beralih ke penjualan online,” ceritanya.

Pada tahun 2008, Marlinda memulai usahanya dengan nama Linda Gabe Ulos. Saat itu, skala usahanya masih kecil karena keterbatasan modal. Namun, seiring berjalannya waktu dan perjuangan yang tak kenal lelah, usaha ini terus berkembang. Dari yang awalnya hanya beranggotakan 2-3 orang, kini telah menjadi klaster usaha dengan lebih dari 100 anggota.

“Para anggota di klaster ini mayoritas adalah perempuan dari berbagai usia. Sebagian besar dari mereka memang sudah memiliki keterampilan menenun ulos, tetapi kondisi kehidupan mereka masih jauh dari sejahtera. Karena itulah, saya mengajak mereka untuk bergabung dan diberdayakan kembali, agar bisa meningkatkan taraf hidup dan mendapatkan kesejahteraan yang lebih layak,” ucapnya.

Marlinda mengungkapkan bahwa klaster usaha ini kini mampu meraup pendapatan sekitar ratusan juta per bulannya. Pundi-pundi rupiah tersebut tidak hanya berasal dari penjualan kain ulos saja, tetapi juga dari berbagai produk turunannya yang semakin diminati pasar.
“Rumah Ulos menawarkan tiga produk utama, yaitu kain ulos, kain songket, serta produk ready-to-wear yang lebih modern, seperti pakaian, tas, sepatu, hingga home decor. Jangkauan pemasarannya pun luas, dari Sabang hingga Merauke, dengan mayoritas konsumen berasal dari Pulau Jawa. Tak hanya itu, Rumah Ulos juga telah berhasil menembus pasar internasional, salah satunya dengan mengirimkan produk ke California,” tutur Marlinda.

Di awal merintis usaha, Marlinda mendapat dukungan besar dari . Berawal dari pendanaan KUR sebesar Rp5 juta, usahanya berkembang pesat hingga mampu memberdayakan lebih banyak orang. Seiring waktu, dukungan dari pun semakin bertambah, hingga akhirnya Rumah Ulos diikutsertakan dalam program Klasterkuhidupku.

“Sebagian besar dana bantuan dimanfaatkan untuk pengembangan usaha, mulai dari pemberdayaan tenaga kerja, pembelian peralatan, hingga pemasaran digital. Rumah Ulos juga menerima alat tenun handmade yang lebih canggih untuk meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, saya mendapat pelatihan dari mengenai budaya tenun dan strategi meningkatkan nilai jual produk. Itulah mengapa, kehadiran bantuan ini benar-benar memberikan dampak positif bagi usaha saya,” imbuhnya.

Pada kesempatan terpisah, Corporate Secretary Agustya Hendy Bernadi mengungkapkan bahwa memiliki komitmen untuk terus mendampingi dan memberdayakan pelaku UMKM lewat program Klasterkuhidupku. Program ini menjadi wadah bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnisnya.

“Kami berkomitmen untuk terus mendampingi dan membantu pelaku UMKM, tidak hanya berupa modal usaha saja tapi juga melalui pelatihan-pelatihan usaha dan program pemberdayaan lainnya. Program ini tentu sangat bermanfaat bagi kelompok usaha dalam mendapatkan dukungan program pemberdayaan. Semoga, apa yang ditunjukkan klaster usaha ini menjadi motivasi dan cerita inspiratif yang dapat ditiru oleh kelompok-kelompok usaha lainnya di berbagai daerah,” tegasnya.***

Ditanya Ibu-ibu di Batutulis Bogor, Gubernur Larang Sekolah Study Tour ke Luar Kota

0

Bogordaily.net Jawa Barat larang sekolah di Kota Bogor ke luar kota.

Diucapkan tegas. Ia tidak sedang berpidato, tapi ditanya seorang ibu saat melihat longsor jalan Batutulis di Kota Bogor.

Diapit Walikota Bogor Dedie Rachim dan Wakil Walikota Bogor Jenal Mutaqin. larang sekolah ke luar kota, meskipun masih di Jawa Barat. Titik.

Jawa Barat tidak suka basa-basi. Termasuk soal yang katanya “” itu.

“Enggak usah,” katanya tegas menjawab pertanyaan si ibu berkacamata yang tayang dikanal YouTubenya.

Bukan karena pelit. Bukan juga karena anti liburan. Tapi karena ia tahu —terlalu banyak sekolah yang menjadikan sekadar ajang selfie, bukan belajar.

Kadang lebih sibuk cari spot Instagramable daripada nilai edukatif.

“Fokus saja di sekolah. Di kota Bogor ini banyak tempat bagus,” ujarnya.

Tanpa perlu naik bis jauh-jauh. Tanpa perlu membebani orangtua.

Dedi menyebutkan alternatifnya. Bukan larangan tanpa solusi.

“Bisa meneliti Istana Batu Tulis. Gunung Salak, Pangrango. Banyak tempat bisa jadi bahan studi,” katanya.

Ia bahkan menyentil istilah kerennya.

“Outing class itu bahasa kasar. Bahasa halusnya? Ulin di luar kelas.”

Selesai. Gaya khas Dedi: ringan, mengena, dan tanpa satu pun pasal undang-undang disebutkan.

Tapi semua langsung paham: Belajar itu bukan soal ke mana pergi. Tapi ke mana hati dan pikirannya diajak berjalan.

Belakangan, kegiatan atau outing class memang sering jadi sorotan.

Terlalu sering dijadikan alasan jalan-jalan, bukan lagi belajar. Biayanya pun tak main-main.

Bisa jutaan rupiah per siswa. Dan itu pun belum tentu mendidik. Yang dibawa pulang kadang hanya oleh-oleh, bukan wawasan.***

Kemenkop Dukung Pengembangan Ekonomi Umat di Pesantren Melalui Percepatan Pembentukan Kopdeskel Merah Putih

0

Bogordaily.net – Kementerian Koperasi (Kemenkop) kembali mempercepat pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih, melalui sosialisasi terkait pelaksanaan Instruksi Presiden (Inpres) No. 9 tahun 2025 di berbagai daerah di Indonesia.

Sosialisasi tersebut melibatkan berbagai tokoh penting, termasuk perwakilan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan, Wakil Bupati Ogan Ilir, Anggota Dewan, dan pimpinan Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah Indralaya.

Wakil (Wamenkop) Ferry Juliantono mengatakan, Kepala Desa dari berbagai wilayah memberikan komitmen kuat untuk segera membentuk Kopdeskel Merah Putih termasuk di Kabupaten Ogan Ilir. “Langkah ini diharapkan dapat mengakselerasi proses pembentukan koperasi yang akan memberikan dampak positif bagi perkembangan ekonomi lokal,” ujarnya dalam kegiatan peresmian Gedung BMT, sekaligus Sosialisasi Pembentukan Kopdeskel Merah Putih dan Panen Kebun Koperasi Ponpes Al-Ittifaqiah Indralaya, Sumatera Selatan, Rabu (16/4/2025).

Tidak hanya itu, diskusi yang menghadirkan puluhan Kepala Desa ini juga membahas rencana pengembangan koperasi desa yang mencakup sektor kebun, pertanian, peternakan, dan bahkan pendirian pabrik pupuk organik. “Dengan dukungan kuat dari Pemprov, diharapkan model bisnis koperasi pondok pesantren Al-Ittifaqiah dapat menjadi teladan dalam pengembangan usaha ekonomi di lingkungan sekitar,” harap Ferry.

Wamenkop menyampaikan pondok pesantren (ponpes) menjadi sentral atau figur penting di masyarakat khususnya di pedesaan karena hubungan kekerabatan antara masyarakat dengan para kiai di ponpes. Tentu hal ini memberikan kontribusi yang sangat baik dalam rangka percepatan pembentukan Kopdeskel Merah Putih.

Ia menegaskan, proses pembentukan Kopdeskel Merah Putih akan melibatkan tahapan penting seperti pelaksanaan musyawarah desa/kelurahan untuk memastikan partisipasi dan dukungan dari seluruh komunitas, termasuk di Provinsi Sumatera Selatan dalam waktu yang tidak lama.

Wamenkop memastikan, dengan kerja sama yang solid dan dukungan dari berbagai pihak, diharapkan koperasi ini dapat segera terbentuk dan beroperasi dengan sukses untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di wilayah tersebut.

“Pemerintah berharap, melalui pembentukan Kopdeskel Merah Putih, akan terjadi peningkatan partisipasi anggota koperasi, pertumbuhan ekonomi di tingkat desa, dan pengurangan praktek keuangan yang mencekik dan merugikan masyarakat, seperti rentenir,” harapnya.

Di kesempatan yang sama juga dilakukan peresmian gedung Baitul Maal Wat (BMT). BMT adalah lembaga keuangan mikro syariah dan sebagai wujud nyata koperasi syariah yang menggabungkan prinsip ekonomi islam dengan struktur dan semangat koperasi. Sekaligus dilakukan panen kebun dari Koperasi Ponpes Al-Ittifaqiah, yang membuktikan bahwa koperasi bukan wacana, tapi jalan nyata membangun ekonomi umat dari bawah.

Sementara itu, Wakil Bupati Ogan Ilir Ardani melaporkan, saat ini, koperasi yang aktif di Ogan Ilir berjumlah 147. Sekitar 60 persennya diharapkan bisa dikembangkan menjadi Kopdeskel Merah Putih. Sedangkan sebesar 40 persennya dibutuhkan revitalisasi terkait peningkatan kinerja untuk pembentukan Kopdeskel Merah Putih, dan sisanya dibentuk baru.

“Pondok pesantren Al Ittifaqiah sudah memberikan contoh nyata untuk pembentukan Kopdes merah putih dari pondok pesantren. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa kegiatan serta program yang telah dijalankan Koperasi Ponpes Al Ittifaqiah. Kami terus butuh dukungan dari Kementerian Koperasi,” ucap Ardani.

Mudir Pondok Pesantran Al-Ittifaqiah KH.Mudrik Qori turut mengapresiasi Kemenkop yang selalu mendukung pengembangan usaha koperasi pondok pesantren.

“Ada 15 calon Kopdeskel Merah Putih dari 3 kecamatan. Meliputi, Kecamatan Indralaya Selatan, Utara, Indralaya Induk. Serta 10 Kopdes Merah Putih di pondok pesantren yang siap dibentuk,” sebutnya.

Terdapat 20 jenis usaha yang dijalankan pesantren yang dimana badan usahanya milik yayasan juga yaitu dari musik, sound system, kantin, warung, merchandise, travel umroh haji dan lainnya. “Kalau untuk BMT melayani usaha simpan pinjam sekaligus juga pembiayaan dan sudah banyak membantu SDM Al Ittifaqiah sendiri. Kemudian, koperasi pondok pesantren Al-Ittifaqiah memiliki sawit 50 hektare (ha), yang perlu di-replanting. Koperasi juga mempunyai kebun singkong, peternakan ikan, sapi, tenun, hingga usaha racikan kopi yang berkualitas,” ucapnya.***

Gubernur Jabar Minta Pemkot Bogor Revisi Desain Museum Bumi Ageung Batutulis

0

Bogordaily.net Jawa Barat (Jabar), , melalui Sekda Jabar, Herman Suryatman, meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor untuk merevisi desain pembangunan kawasan dan menyesuaikannya dengan rencana pemanfaatan sebagai Museum Pakuan Padjajaran.

Merespons arahan orang nomor satu di Jawa Barat, Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, menyatakan kesiapannya untuk segera menyiapkan Detailed Engineering Design (DED) pada tahun ini, serta melaksanakan penyesuaian desain untuk pembangunan kembali pada tahun anggaran 2026.

Jawa Barat juga berkomitmen untuk membantu pembiayaan pembangunan museum yang diproyeksikan akan memperkaya objek wisata sejarah di Kota Bogor dan Jawa Barat pada umumnya,” ujar Dedie Rachim usai menghadiri penandatanganan MoU antara Pemprov Jawa Barat dan Kejati Jabar di Gedung Pakuan, Bandung, Selasa (15/4/2025).

Dalam kunjungannya ke Kota Bogor, mengapresiasi langkah Pemkot Bogor yang menunjukkan semangat tinggi dalam mewujudkan pembangunan Museum Pajajaran.

Meski belum terwujud sepenuhnya, langkah menuju ke sana telah dibuktikan melalui kehadiran kawasan .

Hal ini disampaikan saat diajak melihat langsung Situs Prasasti Batutulis dan oleh Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim.

“Semangat membangun museum sudah luar biasa. Tinggal nanti diberi sentuhan arsitektur agar lebih mengesankan sebagai sebuah museum sejarah masa lalu,” puji di lokasi Situs Prasasti Batutulis, usai meninjau lokasi longsor di Jalan Saleh Danasasmita yang tidak jauh dari situs tersebut, Senin (14/4/2025).

Ia juga memberikan masukan untuk bangunan pelindung Prasasti Batutulis yang saat ini dikelola oleh Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IX Jawa Barat, UPTD Kementerian Kebudayaan, agar disesuaikan dengan karakteristik situs Batutulis itu sendiri, sehingga memiliki nilai estetika dan sejarah yang lebih kuat.

“Karena bangunannya saat ini belum menunjang sebagai bangunan kebudayaan. Kalau diperbolehkan oleh Kementerian Kebudayaan, saya akan bangun tahun ini juga, dengan desain arsitektur yang disesuaikan dengan peradaban Sunda,” ujarnya.

Setelah kunjungan ini, pihaknya juga akan melibatkan tim ahli geologi, ahli bahasa, ahli sejarah, dan filolog untuk menyusun buku yang dapat menjelaskan Batutulis secara akademis.

“Sehingga saat kita berkunjung ke tempat bersejarah, kita bisa memahami bahwa dulu pernah ada peradaban. Raja dilantik dengan membuat tulisan di batu yang abadi. Ini menunjukkan bahwa orang Sunda punya leluhur yang cerdas, pintar, dan hebat pada masanya,” ungkapnya.

Dengan begitu, ke depan siapapun yang menjabat sebagai wali kota maupun wakil wali kota diharapkan dapat menjelaskan sejarah peradaban Sunda dan Pakuan Pajajaran dengan baik kepada masyarakat.***

Zenal Abidin Kecam Pelaku Kekerasan Seksual, Dukung Polresta Jatuhkan Hukuman Berat

0

Bogordaily.net – Wakil Ketua II DPRD Kota Bogor, H. mengecam keras kasus yang kembali terjadi di Kota Bogor.

Kali ini korbannya merupakan kakak beradik yang menjadi sasaran nafsu bejat pamannya sendiri.

Ia meminta agar kasus yang saat ini sudah ditangani oleh Polresta Bogor Kota agar bisa diselesaikan dan pelaku dijatuhi hukuman seberat-beratnya.

“Ini adalah kabar duka yang sangat menyayat hati. Saya secara pribadi mengecam keras tindakan pelaku dan meminta Polresta agar menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku,” kata Zenal, Rabu 16 April 2025.

Zenal pun meminta Pemerintah Kota Bogor agar bergerak cepat menjemput bola dengan memberikan pendampingan hukum dan pendampingan moril melalui unit PPA.

Zenal juga menyampaikan bahwa saat ini DPRD Kota Bogor tengah menggodok Raperda tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan.

Raperda ini memiliki tujuan untuk menciptakan landasan hukum keamanan dan kesejahteraan bagi perempuan di Kota Bogor. Karena perempuan di Kota Bogor masih rentan menjadi korban diskriminasi dan kekerasan.

“Perempuan mempunyai harkat dan martabat yang sama dan setara dengan laki-laki sehingga perempuan harus dihargai, diakui, diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri, dan dilindungi. Saat ini, dalam kehidupan bermasyarakat, perempuan masih menjadi kelompok yang rentan terhadap berbagai kekerasan dan perlakuan diskriminatif lainnya,” jelas Zenal.

Untuk diketahui, kasus ini terjadi di Cilubang, Kecamatan Bogor Barat. Pelaku pencabulan, A (49) sudah berhasil diamankan oleh aparat kepolisian pada Senin 14 April 2025.

Aksi bejat pelaku terkuak setelah korban mengadukan kejadian tersebut kepada istri pelaku.

Korban mengaku sudah mengalami sejak 2018 dan salah satunya pun kini diduga mengalami kehamilan.

“Si korban bercerita kepada istri si pelaku ini. Pada hari kemarin tidak dilakukan tapi korban mengadu kepada istrinya,” kata Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota AKP Aji Riznaldi Nugroho.***

Ibnu Galansa